Catatan Akademisi
Toddopuli Antara SYL dan Firli di Arena Cicak vs Buaya
KPK waktu itu sedang galak- galaknya, berani tanpa rasa takut sedikit pun, kepada siapa pun, terutama ketika KPK dipimpin Abraham Samad.
Oleh: Aswar Hasan
Dosen Fisip Unhas
Masih ingat kasus Cicak VS Buaya? Buaya yang waktu itu dianalogikan sebagai Polisi, dibuat jadi “Pesakitan Oknumnya” oleh Cicak yang dianalogikan sebagai KPK, berhubung waktu itu KPK masih dianggap Balita atau anak di bawah umur.
Namun, KPK waktu itu sedang galak- galaknya, berani tanpa rasa takut sedikit pun, kepada siapa pun, terutama ketika KPK dipimpin oleh DR. Abraham Samad.
Sebagaimana dilaporkan detik pada 7 Mei 2021 diberitakan bahwa, Ketua YLBHI Asfinawati menyebut perseteruan KPK vs Polri yang dianalogikan sebagai cicak vs buaya.
Perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Markas Besar Kepolisian RI pertama kali terjadi pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Di masa pemerintahan SBY pernah dua kali terjadi kasus cicak vs buaya.
Kasus cicak vs buaya pertama terjadi pada Juli 2009.
Perseteruan tersebut berawal dari isu yang beredar adanya penyadapan oleh KPK terhadap Kabareskrim Mabes Polri saat itu, Komjen Susno Duadji Susno dituduh terlibat pencairan dana dari nasabah Bank Century, Boedi Sampoerna.
Susnolah orang yang pertama kali menyodorkan analogi cicak vs buaya. KPK diibaratkan cicak yang kecil, sedangkan Polri ialah buaya karena besar.
Konfrontasi Cicak dan Buaya merupakan timbunan rasa ketidakpuasan serta rasa ketidakpercayaan publik terhadap lembaga penegakan hukum di Indonesia yakni Kejaksaan dan Kepolisian yang dipersonifikasi sebagai buaya sedangkan pihak yang berlawanan menyebut dirinya sebagai cicak.
Kedua personifikasi ini diciptakan oleh Susno Duadji ketika diwawancarai oleh majalah Tempo tercetak pada edisi 20/XXXVIII 06 Juli 2009 dengan mengatakan "cicak kok mau melawan buaya…" sebagai personifikasi KPK sebagai cicak sementara Kepolisian sebagai buaya.
Dalam perkembangan selanjutnya buaya berubah menjadi penganti tikus, yang dahulu diidentikkan dengan para pelaku korupsi (Wikipedia).
Asfinawati yang juga ketua LBH waktu itu, menyatakan, bahwa cicak-buaya jilid II terjadi saat Irjen Djoko Susilo ditangkap, juga saat itu penyidik senior KPK Novel Baswedan ditangkap saat itu.
Kemudian cicak-buaya jilid III terjadi saat Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi, namun akhirnya dinyatakan tidak bersalah hingga bebas dari jeratan KPK setelah menempuh proses praperadilan.
Jadi, jika dibuatkan skor berarti 2:1 untuk Cicak ( KPK) melawan Buaya (Polisi).
Namun, karena kini Cicaknya sudah besar, jika lagi-lagi terjadi sengketa kasus yang memperhadap-hadapkan antara lembaga kepolisian dan KPK, maka bukan lagi Cicak VS Buaya tetapi Buaya VS Buaya, sebagaimana diistilahkan oleh Karni llyas.
BUAYA VS BUAYA
Saat ini, seri Cicak (Buaya) vs Buaya sudah memasuki babak keempat dimana babak ketiga untuk kasus Kementerian ESDM terkait bocornya dokumen KPK pada kasus Kementerian ESDM yang sedang di proses oleh KPK yang kemudian dilaporkan ke Polisi, dimana dugaan dokumen yang bocor tersebut berasal dari Firli ( Ketua KPK.
Kasus bocornya dokumen di Kementerian ESDM yang dugaan kasusnya dialamatkan ke pimpinan KPK dan kasusnya telah ditingkatkan ke penyidikan.
Namun setelah Dewas KPK melakukan pemeriksaan dinyatakan tidak cukup bukti dan, kasusnya di kepolisian pun tidak jelas lagi bagaimana perkembangannya.
Terakhir, mencuat lagi laporan Dumas (Aduan Masyarakat) ke Polda tentang dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK ( Firli Bahuri) ke mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo dan polisi pun sudah memeriksa (memintai keterangan) SYL dan beberapa orang lainnya, termasuk ajudan (ADC) pimpinan KPK Firli Bahuri, terkait dugaan pemerasan tersebut.
Pasca mencuatnya Dumas terkait dugaan pemerasan Ketua KPK Firli terhadap SYL, Firli pun mengklarifikasi dengan menyatakan bahwa ia mengenal Syahrul.
Tapi Pensiunan Polri bintang tiga itu menyebut tak pernah melakukan komunikasi dengan pihak-pihak yang berperkara.
Namun, tak lama berselang beredar foto Firli bersama SYL di sebuah Arena Bulu Tangkis yang tampak duduk berdua, sedang berbicara.
Kehebohan fakta bahwa Firli ternyata pernah bertemu itu, lalu lagi-lagi di klarifikasi oleh Firli.
Firli lalu membenarkan pertemuan sebagaimana yang tertangkap dalam foto tersebut. Namun, dia mengatakan bahwa pertemuannya dengan SYL terjadi pada 2 Maret 2022.
Sementara itu, perkara di Kementan baru masuk ke tahap penyelidikan pada Januari 2023.
Namun, menurut data yang diperoleh DR Azmi sebagaimana disampaikan pada Abraham Samad Speak Up, bahwa Dumas terkait kasus SYL di KPK adalah 24 November 2020.
Sementara M. Jasin menyatakan bahwa kasus Dumas SYL telah proses lidik pada tahun 2021.
Dengan demikian, bukti foto yang diakui Firli terjadi pada 2 Maret 2022 itu, sudah terjadi proses Dumas di KPK.
Dalam pada itu pun, M Jasin pun menegaskan, bahwa diancam pidana 5 tahun jika menemui tersangka atau kasus hukum yang sedang ditangani KPK dan tidak mesti setelah kasusnya masuk penyelidikan atau pun penyidikan.
Pasal 36 UU KPK berbunyi: "Pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani lembaga antirasuah dengan alasan apa pun".
Atas perkembangan kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK tersebut, menarik untuk menyimak dua siaran perbincangan dari Indonesia Lawyer Club yang menghadirkan diantaranya M Jasin mantan Komisioner KPK dan perbincangan di Abraham Samad Speak Up yang menghadirkan DR Azmi Syahputra SH MH ahli pidana dari Universitas Trisakti.
Dari pembicaraan kedua Nara sumber tersebut, mengisyaratkan bahwa jika suatu kasus sudah ditingkatkan menjadi penyidikan berarti sudah menunjukkan adanya peristiwa pidananya dan sudah menunjukkan alat bukti, sebagaimana kaidah Scientific Criminal Detection Procedures.
Bahkan, M Jasin maupun DR Azmi dengan senada menyatakan bahwa seorang Komisioner KPK yang ketahuan berhubungan dengan pihak yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani lembaga KPK sekali pun itu belum menjadi status penyelidikan atau pun penyidikan, maka itu sudah dianggap sebagai pelanggaran pidana.
Jika ketahuan Komisioner KPK berhubungan dengan orang yang terkait kasus yg sudah teridentifikasi oleh KPK, sebagaimana diatur dalam UU KPK.
Polda Metro pun, akan memeriksa Ketua KPK Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) oleh pimpinan KPK karena Polda Metro Jaya telah menaikkan kasus dugaan pemerasan terhadap SYL oleh pimpinan KPK ini ke tahap penyidikan (Tribun Timur, 14/10-2023).
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak menyatakan, pengusutan Pasal 36 UU KPK dilakukan usai beredar foto Firli Bahuri bertemu dengan Syahrul Yasin Limpo.
"Untuk mendalami lebih lanjut di tahap penyidikan nantinya terkait dengan temuan dokumen foto dimaksud. Terkait dengan Pasal 65 (KUHP) jo Pasal 36 UU tentang KPK terkait adanya larangan untuk hubungan langsung maupun tidak langsung dengan pihak tersangka atau pihak lain yang terkait dengan penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan KPK dengan alasan apapun," ujar Ade Safri di Polda Metro Jaya.
Kombes Ade Safri Simanjuntak pun menyatakan bakal segera menentukan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan yang diduga dilakukan Ketua KPK Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri terhadap Syahrul Yasin Limpo.
Akankah Firli Bahuri Ketua KPK bakal ditersangkakan oleh Polisi? Kita tunggu saja. Jika itu terjadi, maka skor antara Cicak vs Buaya atau Buaya vs Buaya menjadi 2:2 artinya sudah seri alias imbang. Dan, bagi SYL itu bisa berarti “Toddopuli Temmallara” .
Dan, boleh jadi itu menjadi pintu SYL untuk menjadi Hero setelah di Zero – kan oleh KPK. Wallahu a’lam bishshawabe.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.