Opini
Bonus Demografi: Pemuda yang Mempertanyakan Ataukah Pemuda yang Dipertanyakan
Pelopor perubahan yang kita perjuangkan bisa saja kehilangan makna, layaknya angin yang berhembus melewati kita.
Alfitra Mappunna
Koordinator Chapter Bersama Indonesia Makassar
Pelopor perubahan yang kita perjuangkan bisa saja kehilangan makna, layaknya angin yang berhembus melewati kita, jika pemuda sudah tidak lagi mengenali identitas dirinya.
Bendera merah putih berkibar, tetapi jiwa kontribusi terkekang dan memudar. Pelopor perubahan bisa saja hanya sebatas kata, tanpa diisi oleh peran-peran kerja nyata.
Lantas ingin diarahkan kemana langkah kaki kita yang merintih kemajuan pada ibu pertiwi.
Kita sudah menjumpai cerita masa lalu yang indah tentang Indonesia, lalu haruskah kita menjadi dongeng cerita buruk hari ini?
Ataukah mengubah dongeng buruk menjadi bunga kembang sepatu yang senantiasa subur di kala musim hujan menghampiri waktu.
Ahmad Syauqi Penyair dari Mesir mengungkapkan bahwa “Dan Sesungguhnya semua umat/bangsa kekal selama adanya nilai. Apabila nilai mereka hilang, maka lenyaplah umat/bangsa tersebut”.
Pemuda adalah entitas nilai penggerak peradaban yang progresif.
Namun apabila pemuda melupakan identitas nilainya, maka pemuda tidak lagi hadir sebagai penggerak kemajuan.
Melainkan, hadir sebagai pemutus rantai pionir yang berujung kemunduran.
Bertalian dengan hal itu, tidak heran jika pemuda hari ini layak untuk di uji terhadap identitas nilainya.
Bonus demografi yang dicanangkan akan hadir pada tahun 2030 mendatang, hendaklah disambut dengan sebaik-baiknya persiapan.
2023 dan 7 tahun perjuangan mendatang adalah kesempatan yang tidak bisa kita isi oleh kekecewaan. Rencana aksi dan kolaborasi haruslah digaungkan dengan tepat, sebab bonus demografi haruslah dijemput dengan peran yang akurat.
2030 tidaklah lagi menjadi waktu yang lama, jika bonus demografi dimaknai dengan kata membangun peradaban, maka 2030 akan jadi terasa singkat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.