Tribun Economic Perspective
Peternakan Rakyat dan Peran BUMN Berdikari
BUMN Berdikari juga didorong untuk memiliki atau bekerjasama dengan perusahaan pakan yang terkoneksi dengan penyedia bahan baku pakan.
Oleh:
Muhammad Syarkawi Rauf
Tenaga Pengajar FEB Unhas/ Ketua KPPU RI 2015 – 2018
TRIBUN-TIMUR.COM - Permasalahan utama perunggasan nasional adalah tingginya disparitas harga live bird (LB) di kandang peternak dibandingkan dengan konsumen akhir.
Dimana harga LB di kandang bisa sangat rendah, yaitusekitar Rp. 15.000 per kg. Sementara harga karkas di konsumen yang seharusnya hanya Rp. 27.000 per kg menjadi Rp. 45.000 per kg karkas.
Industri perunggasan nasional juga dicirikan oleh perbedaan efisiensi antara budidaya di kandang peternak rakyat dengan kandang tertutup (closed house) milik perusahaan integrator yang bermodal besar.
Perbedaan biaya peternakan rakyat dengan integrator disebabkan oleh perbedaan kualitas Day Old Chicken (DOC) dan pakan.
Dimana peternak rakyat memperoleh DOC dan pakan kualitas buruk. Hal ini berdampak pada tingginya Feed Conversion Ratio (FCR) peternakan rakyat, yaitu untuk menghasilkan satu kilogram daging ayam membutuhkan pakan yang lebih banyak.
Hal ini membuat harga pokok produksi (HPP) peternakan rakyat lebih tinggi dibandingkan perusahaan integrator.
Disparitas harga antara harga di hulu dengan harga di konsumen akhir juga dipicu oleh rantai distribusi dengan tata niaga unggas yang panjang.
Di mana tata niaga unggas dikendalikan oleh broker, bandar, bakul, pemotong dan retailer hingga ke konsumen akhir. Sementara budidaya dikendalikan oleh perusahaan inti.
Permasalahan utama inefisiensi perunggasan nasional kontras dengan Brasil yang rata-rata biaya produksi broilernya sekitar Rp. 9.530 - Rp. 12.000 per kg LB.
Sementara di Indonesia, biayanya sekitar Rp. 15.000 – Rp. 16.000 per kg LB untuk kandang closed house dan Rp. 18.000 – Rp. 19.000 per kg LB untuk kandang opened house.
Industri perunggasan merupakan industri berteknologi tinggi, padat modal dan terkonsentrasi tinggi. Secara nasional, pemain utama industri perunggasan terkonsentrasi pada dua pemain besar, yaitu Charoend Pokhphand Indonesia (CPI) dan Japfa Comfeed (Japfa). Keduanya menguasai kurang lebih 65 – 70 persen industri perunggasan nasional.
Strategi integrasi vertikal industri perunggasan dari hulu sampai ke hilir bertujuan untuk meningkatkan efisiensi.
Integrasi vertikal dimulai dari Grand Parent Stock (GPS) yang diimpor dari AS, GPS menghasilkan Parent Stock (PS), PS menghasilkan Day Old Chicken (DOC), dan produk turunan.
Terkait dengan harga LB, Badan Pangan Nasional (BAPANAS) menetapkan harga terendah pembelian LB di peternak sebesar Rp 21.000 per kg dan paling tinggi Rp 23.000 per kg.
Namun faktanya, harga ayam di tingkat peternak hanya Rp 15.000 - Rp 16.000 per kg hidup. Kondisi ini membuat peternak rakyat rugi mengingat HPP sekitar Rp 18.000 - Rp 19.000 per kg hidup untuk budi daya di kandang terbuka.
Sejalan dengan itu, pemerintah melalui BAPANAS menetapkan batas atas harga ayam karkas di level konsumen sebesar Rp 36.750 per kg.
Penetapan tersebut membuat konsumen dapat membeli daging ayam ras pada harga murah dan peternak dapat menjual pada harga lebih tinggi dari HPP budi daya broiler di kandang terbuka.
Lalu apa yang dapat dilakukan BUMN Berdikari dalam rangka menata ulang industri perunggasan nasional?
Berdasarkan pengalaman negara lain, seperti Brasil dan AS, industri perunggasan terkonsentrasi pada beberapa pemain besar di hulu yang kemudian mengintegrasikan bisnisnya hingga ke hilir dalam satu kepemilikan usaha atau kemitraan.
Dalam jangka menengah, BUMN Berdikari sebagai importir GPS didorong untuk mengintegrasikan bisnisnya dari hulu hingga ke hilir, yaitu memelihara PS sendiri, memelihara DOC untuk menghasilkan LB dan membangun Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU).
Selain itu, BUMN Berdikari juga didorong untuk memiliki atau bekerjasama dengan perusahaan pakan yang terkoneksi dengan penyedia bahan baku pakan, memiliki cold storage, membangun jaringan distribusi frozen chicken, dan produk turunannya, seperti sosis serta naget. Penyederhanaan rantai distribusi dengan menggunakan platform e-commerce.
Transformasi bisnis unggas BUMN Berdikari diarahkan untuk mengadopsi konsep closed loop ecosystem dengan mengintegrasikan bisnis perunggasan secara vertikal.
Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi sehingga HPP turun dan harga daging ayam ras di konsumen mendekati harga ayam ras Brasil sebagai acuan sekitar Rp. 9.530 - Rp. 12.000 per kg LB.
Integrasi vertikal BUMN Berdikari dengan membangun perusahaan pakan ternak sendiri akan meningkatkan kesesuaian antara spesifikasi genetik strain ayam ras dengan ketersediaan pakannya. Hal ini akan menurunkan FCR, dimana untuk menghasilkan satu kilogram daging ayam ras membutuhkan pakan yang lebih sedikit.
Transformasi digital BUMN Berdikari terkait dengan saluran distribusi melalui platform e-commerceakan mengurangi disparitas antara harga di level peternak dengan konsumen dan menghindari fluktuasi harga ayam ras di bawah HPP.
Transformasi digital akan mengurangi peran broker yang selama ini diduga mempermainkan harga LB di tingkat peternak dan karkas di level konsumen.
Membangun cold storage yang berfungsi sebagai buffer stock, yaitu menyerap karkas pada saat harga rendah dan memasoknya ke pasar pada saat harga tinggi.
Hal ini dapat menghindari terjadinya fluktuasi harga daging ayam ras saat permintaan tinggi pada bulan Ramadhan, libur sekolah, Natal dan tahun baru.
Sebagai perusahaan milik negara, Berdikari diharapkan membangun cold storage hingga ke pelosok dalam rangka menjamin ketersediaan daging ayam ras pada saat permintaan tinggi.
Langkah ini akan mengurangi disparitas harga antara harga ayam ras di Pulau Jawa dengan luar Jawa, khususnya Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Akhirnya, BUMN Berdikari diharapkan membangun kemitraan dengan peternak rakyat untuk menyediakan DOC dan pakan kualitas terbaik dalam rangka meningkatkan efisiensi peternakan rakyat.
BUMN Berdikari juga diharapkan menyerap LB peternakan rakyat pada saat harga rendah dalam rangka stabilisasi harga.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.