Catatan Akademisi
Lebaran Hisab dan Siarah Rukyat
Perbedaan hari lebaran ini terjadi disebabkan karena metode yang berbeda dan karena perbedaan itulah sulit dipertemukan.
Apa yang dialami oleh Prof Galib, juga dialami oleh Dr Muh Irsyad Lc MA. Beliau salah satu pengrus masjid di Gowa Hira dan selalu menjadi narasumber sehingga juga dijadikan panutan oleh masyarakat di Kompleks Gowa Sarana Indah.
Pengakuannya kepada saya waktu kami berdiskusi di masjid bahwa istri dan saudara serta mertuanya di rumah, sudah lebaran hari jumat tanggal 21 April 2023, tetapi saya belum, mengikuti pemerintah, yaitu keesokan harinya, tanggal 22 April.
Jadi di rumah, menurut beliau, dia satu-satunya yang lebaran dengan metode Rukyah.
Dua sahabat saya di atas, tentu saja sedikit dari sekian banyak saudara-saudara kita yang mengalami hal yang sama, artinya dalam satu keluarga melaksanakan lebaran dua kali, hari jumat dengan metode hisab dan hari sabtu dengan metode rukyat, mereka melaksanakan masing masing sesuai keyakinan dan dilaksanakan dengan hikmat, saling mengerti dan memahami.
Inilah pemandangan yang menarik dan unik dan mungkin hanya terjadi di Indonesia.
Siarah Rukyat
Saya lebaran di Universitas Muhammadiyah Makassar hari Jumat 21 April 2023 dan keesokan harinya besiarah ke saudara yang lebaran hari Sabtu 22 April 2023.
Tema pembicaraan berkisar pada pesan-pesan khutbah di masing-masing tempat lebaran dan pengalaman-pengalaman menyaksikan perbedaan. Umumnya pesan-pesan itu menarik dan lucu.
Ada yang cerita tentang ustad yang lebaran dua kali dan memperoleh amplop dua kali. Ada juga yang bercerita ustadnya tidak jadi khutbah karena belum lebaran tanggal 21 April tapi sebaliknya ada juga ustad yang tepat karena sesuai rencana tanggal 22 April 2023.
Cerita lain di hari lebaran yang fenomenal itu, adalah cerita tentang perempuan yang harus konsisten pada keyakinanya tentang kebenaran metode hisab, sementara suaminya harus ikut pemerintah.
Ini kebetulan terungkap karena tanggal 21 April 2023 juga bertepatan dengan hari Kartini. Hari dimana emansipasi wanita berhasil diwujudkan. Kebetulan istri saya yang juga ikut dimbrung sedang menulis arikel dengan judul “Aku Perempuan, Bukan Wanita”.
Perubahan nama dari wanita menjadi perempuan sebagai simbol kemenangan dan keberhasilan gerakan feminsime.
Bahwa perempuan, betapapun juga harus diberi ruang untuk bersuara dan menyatakan pendapat, Kalau dia yakin bahwa 1 Syawal adalah jatuh pada tanggal 21 April, bukan jatuh pada 22 April, mereka harus dihormati dan tentu saja tidak harus ikut suami yang karena jabatannya harus ikut dengan pemerintah.
Dalam keadaan dimana terjadi perbedaan, maka jalan tengah yang terbaik adalah saling mengerti dan memahami, jangan karena aku perempuan lalu dengan serta merta mendobrak pintu lalu berakhir dengan konflik.
1 Syawal adalah pintu kemenangan dan kita beraharap bahwa di tengah perbedaan itu kita semua tetap tergolong sebagai orang-orang dengan predikat “laallakum Tattaqun”.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.