Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Lebaran Berpotensi Tidak Bersamaan

Penentuan 1 Syawal 1444 Hijriah merupakan saat yang ditunggu oleh masyarakat terutama umat Muslim di Indonesia..

zoom-inlihat foto Lebaran Berpotensi Tidak Bersamaan
DOK PRIBADI
Rizky Muhammad Rahman - Pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG Wilayah IV

Oleh: Rizky Muhammad Rahman

Pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG Wilayah IV

TRIBUN-TIMUR.COM - Penentuan 1 Syawal 1444 Hijriah merupakan saat yang ditunggu oleh masyarakat terutama umat Muslim di Indonesia.

Sebab, pada masa itu umat Muslim melaksanakan lebaran Idul Fitri.

Sebelumnya, Muhammadiyah sudah menentukan awal Syawal 1444 Hijriah jatuh pada hari Jum’at 21 April 2023.

Sedangkan, Nahdlatul Ulama (NU) dan Kementerian Agama (Kemenag) masih belum menentukannya.

Hal ini disebabkan karena uniknya sistem penentuan awal bulan pada kalender Hijriah.

Pada sistem kalender Hijriah jumlah harinya 29 atau 30 hari tergantung penampakan hilal.

Hilal di sini didefinisikan sebagai penampakan sabit Bulan yang paling awal terlihat dari Bumi sesudah Konjungsi/Ijtimak dan Matahari terbenam.

Posisi hilal bersifat lokal, tidak sama di seluruh permukaan Bumi, dimana waktu ghurub Matahari (maghrib) berbeda di setiap tempatnya.

Waktu ghurub ini adalah waktu pergantian tanggal dalam kalender Hijriah.

Penentuan awal Bulan ditandai dengan munculnya penampakan Bulan Sabit pertama kali setelah Bulan baru (konjungsi atau Ijtimak).

Konjungsi yaitu peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan dan Matahari sama, dengan pengamat diandaikan berada di Pusat Bumi.

Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat.

Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada Bulan tersebut digenapkan menjadi 30 hari.

Penentuan awal bulan Hijriah bisa berbeda bukan karena metode yang berbeda antara Hisab dan Rukyat tetapi karena kriteria yang berbeda.

Kriteria yang digunakan Nahdlatul Ulama (NU) adalah Rukyatul Hilal yaitu dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung.

Apabila hilal tidak terlihat, maka bulan berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.

Sedangkan kriteria yang digunakan oleh Muhammadiyah adalah Wujudul Hilal yaitu kriteria penentuan awal bulan Hijriyah dengan menggunakan prinsip yaitu Ijtimak telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima’ qablal ghurub), dan Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset).

Maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat Matahari terbenam.

Menjembatani kedua metode tersebut digunakan kriteria Imkanur Rukyat.

Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan Hijriyah yang ditetapkan berrdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunai, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).

Ini merupakan kriteria yang mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal (visibilitas).

Kriteria kenampakan hilal didasarkan pada parameter astronomi yaitu tinggi hilal dan jarak sudut Bulan-Matahari (elongasi).

Secara praktis, Imkanur rukyat dimaksudkan untuk menjembatani metode rukyat dan metode hisab.

Kemenag menggunakan kriteria dalam penentuan awal bulan Hijriah.

Kriteria itu mengacu pada hasil kesepakatan MABIMS yang selalu diperbaharui, dimana kriteria terakhir yaitu pada tahun 2022.

Selama ini, kriteria hilal (bulan) awal Hijriyah adalah ketinggian 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam.

MABIMS bersepakat untuk mengubah kriteria tersebut menjadi ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.

Kriteria MABIMS lama diusulkan diubah karena tidak sesuai dengan data astronomi.

Hilal dengan kriteria lama dianggap terlalu tipis dan redup, sementara cahaya syafak masih terlalu kuat menggangu ketampakan hilal.

Secara global, tidak ada hilal yang bisa teramati menggunakan kriteria lama dengan menggunakan teleskop.

Data dari BMKG ketinggian hilal untuk wilayah Indonesia, Ijtimak/konjungsi bulan-matahari untuk penentu awal bulan Syawal 1444 H terjadi pada Kamis, 20 April 2023 pukul 11:12:25 WIB, tinggi hilal saat matahari terbenam berkisar 0,75 derajat di Merauke s.d 2,36 derajat di Sabang, sedangkan elongasi berkisar 1,28 derajat di Jayapura sampai dengan 3,5 derajat di Banda Aceh.

Pada kondisi ini secara astronomis hilal sangat kecil kemungkinan bisa dirukyat secara visual menggunakan mata telanjang maupun dengan perangkat teleskop.

Berdasarkan kriteria baru MABIMS dan data tinggi hilal serta sudut elongasi, awal Syawal tahun ini berpotensi akan ada perbedaan.

Awal Syawal 1444 H mendatang mungkin akan terjadi dua pendapat: 21 dan 22 April 2023.

Muhammadiyah dengan kriteria hisab wujudul hilal (wujudnya hilal di atas ufuk) akan lebaran pada hari Jum’at 21 April 2023.

NU dengan rukyatul hilal mungkin memutuskan lebaran jatuh pada hari Sabtu 22 April 2023, tergantung hasil pengamatan pada hari Kamis 20 April 2023.

Pemerintah (Kemenag RI) bila menggunakan kriteria yang disepakati bersama Menteri-menteri Agama Brunai, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) semestinya menetapkan lebaran jatuh pada hari Sabtu 22 April 2023.

Keputusan pemerintah terkait lebaran akan dikeluarkan setelah sidang itsbat pada hari Kamis 20 April 2023 malam.

BMKG sendiri melakukan pengamatan hilal di beberapa titik.

Data dari titik-titik pengamatan tersebut disebarluaskan untuk diakses oleh masyarakat luas secara online (live streaming) di internet.

Data pengamatan Hilal tersebut juga dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan diperlukan bagi pengambilan keputusan penentuan awal bulan Hijriah oleh Institusi/Lembaga yang berwenang secara kenegaraan.

Perbedaan pelaksanaan hari raya di Indonesia sudah sering terjadi.

Walaupun menimbulkan sedikit kebingungan di masyarakat, pada umumnya dengan tingkat toleransi masyarakat yang cukup tinggi perbedaan tersebut tidak terlalu dipermasalahkan.

Fenomena perbedaan ini sebenarnya bisa disatukan dengan adanya pihak otoritas tunggal yang menentukan awal bulan Hijriah.

Pihak ini berhak menentukan awal bulan Hijriah dan yang lain harus bersepakat mengikutinya.

Namun jika memang tidak ada kata sepakat “semangat toleransi” yang harus diutamakan. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved