Opini
Regulasi dalam Perekonomian yang Dikuasai Oligarki
Aristoteles mendefisnisikan oligarki sebagai oligopolis (segelintir orang kaya) yang mengatur atau menguasai urusan publik.
Pasar persaingan sempurna dicirikan oleh banyak penjual, informasi setiap pelaku usaha sama, tidak ada hambatan masuk dan keluar pasar, barang dan jasa yang dijual bersifat homogen, dan pelaku usaha tidak dapat mempengaruhi harga.
Sejatinya, pasar dimanapun berbentuk oligopoli, yaitu terdapat beberapa pelaku usaha yang memiliki pangsa pasar besar dan memiliki market power yang disebut oligopolis.
Para oligopolis cenderung mengeksploitasi pasar melalui kesepakatan harga (price fixing) dengan cara mengatur produksi atau penjualan.
Pengalaman di masa lalu, kemampuan mendikte pasar dari para oligopolis dalam kasus Indonesia diciptakan oleh pemerintah. Oligopolis kemudian bermetamorfosis menjadi oligarki.
Hal ini dapat diamati dalam kasus tata niaga impor komoditas pangan yang menerapkan persyaratan tertentu bagi calon importir.
Persyaratan trersebut hanya bisa dipenuhi oleh beberapa pelaku usaha saja.
Kerangka Regulasi
Konsep Tirole yang menjadi pionir dalam kajian ekonomi regulasi menyatakan bahwa pasar dengan segilintir pelaku usaha memerlukan pengaturan.
Gagasan ini semakin relevan paska krisis ekonomi 2008-2009 yang membuat beberapa raksasa keuangan mengalami kerugian dan di-bailout oleh pemerintah.
Regulasi industri yang dikuasasi segelintir pelaku usaha dimaksudkan untuk menghindari persoalan Too Big to Fail (TBTF).
Perekonomian nasional tidak mungkin hanya dikontrol segelintir konglomerat yang imun dari pengawasan dan pengaturan.
Pemerintah tidak boleh mentolerir perilaku oligopolis yang terlampau beresiko, mengarah pada moral hazard yang berpotensi merugikan perekonomian nasional.
Pengalaman Korea Selatan, sejak krisis ekonomi 1997/1998 mengubah haluan ekonominya dari kontrol negara yang ditopang segelintir Chaebol (sebutan untuk oligarki Korea Selatan) ke mekanisme pasar dengan pengawasan dan pengaturan ketat.
Otoritas persaingan Korea, yaitu Korea Fair Trade Commission (KFTC) diberdayakan dengan kewenangan besar untuk menghukum perilaku anti persaingan.
Sejalan dengan isu di atas, disain regulasi yang baik khususnya bagi industri yang didominasi oleh segelintir pelaku usaha, menghindari doktrin One Size Fits All, yaitu satu regulasi diberlakukan sama untuk semua industri, seperti dalam tata niaga impor pangan.
Negara, Unjuk Rasa, dan Pertaruhan Wibawa Hukum |
![]() |
---|
Ironman Gagal Menjaga Tahta, Kalkulator Gagap Menakar Rasa |
![]() |
---|
Aspirasi Hidup, Cagar Budaya Tetap Berdiri |
![]() |
---|
Karangan Bunga untuk Menteri Keuangan, Suara Dosen Menanti Perubahan |
![]() |
---|
Relasi antara Aksi Destruktif, Represifitas Aparat, dan Krisis Representasi Politik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.