Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Tribun Timur

Pemilihan Kepala Desa Ibarat Api dalam Sekam

Menarik pernyataan sahabat saya Dr Adi Suryadi Culla MA terkait kisruh Pemilihan Kepala Desa di Takalar beberapa hari yang lalu kemudian di publish

Editor: Sudirman
DOK TRIBUN TIMUR
Dosen FISIP Unismuh Makassar dan anggota Forum Dosen Majelis Tribun Timur, Amir Muhiddin 

Dalam arti memberi penguatan pada tiga aspek, yang pertama penguatan oraganisasinya, kedua penguatan aturan-aturan atau regulasinya dan ketiga penguatan pada sumber daya manusianya.

Ketiganya harus bersinergi dan diberi perhatian yang seimbang karena tiga komponen kelembagaan ini merupakan suatu sistem, artinya kalau ada satu yang tidak fungsional, akan mempengaruhi sistem yang lainnya.

Sebenarnya Pilkades dari aspek regulai memang sudah termaktub di dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Misalnya terkait dengan penyelenggara, itu sudah ada Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Pasal 32 (2) menyebut bahwa Badan Permusyawaratan Desa membentuk panitia pemilihan Kepala Desa.

Kemudian ayat (3) Panitia pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat mandiri dan tidak memihak.dan ayat (4).

Panitia pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur perangkat Desa, lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat Desa.

Terkait dengan mekenisme pelembagaan konflik seperti dikritik oleh Pak Adi, juga sudah ada, misalnya, Pasal 37 (5) menyebut bahwa Bupati/Walikota mengesahkan calon Kepala Desa terpilih.

Sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi Kepala Desa paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari panitia pemilihan Kepala Desa dalam bentuk keputusan Bupati/Walikota.

Pasal 37 (6) menyebut bahwa dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa, Bupati/Walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5).

Pasal-pasal di atas secara eksplisit sebanarnya sudah memberi gambaran bahwa Pilkades secara kelembagaan sudah benar, dan regulasi serta personalnya sudah jelas.

Yang jadi masalah adalah aturan turunannya dan pelaksanaannya di lapangan, apakah panitia sudah melaksanan tata kelola Pilkades dengan benar dan Gvernace, misalnya soal transparansi, akuntabilitas dan partisipasi.

Pilkades A-Simetris

Hal lain sebenarnya yang perlu dipersoalkan adalah sistem Pilkades itu sendiri, apakah harus dilaksanakan secara langsung, melalui perwakilan atau ditunjuk saja oleh pemerintah tingkat atasnya, sebagaimana pemilihan kepala desa di masa orde baru.

Jadi gagasan Pilkades a-simetris menggandeng keinginan agar pelaksanaan Pilkades tidak sama di seluruh Indonesia, Hal ini merujuk pada roh otonomi desa, sebagai otonomi asli, bukan otonomi pemberian sebagai mana otonomi yang diberikan oleh pemerinah pusat kepada Provinsi dan Kabupaten Kota.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved