Bedah Buku Aldera di Makassar, Cerita Pius Tentang Pergerakan Aktivis Dalam Tekanan Oligarki
Pergerakan mahasiswa ini muncul diakhir 80an mengorganisir gerakan mahasiswa, kemudian mengawal kasus-kasus buruh, tanah, dan sebagainya.
Penulis: Siti Aminah | Editor: Saldy Irawan
"Setelah membaca Aldera, saya dapat mengatakan bahwa Pius itu melawan takdir (judul buku milik Hamdan Juhannis)
Kenapa demikian, karena Pius tidak dibesarkan oleh kampus dengan tradisi pergerakan (Universitas Padjajaran).
Pius juga tumbuh dalam tradisi agama katolik.
Sehingga sesungguhnya Pius melawan takdir menjadi aktivis
"Satu-satunya yang menjadi takdir dan mengikuti takdir menjadi anggota BPK," itu takdirnya.
Wakil Rektor Unhas Era Reformasi Amran Razak mengemukakan, tiap buku yang menceritakan pergolakan kemahasiswaan membuatnya penasaran
Ia bangga Aldera bisa menulis dirinya sendiri karena orang lain belum tentu bisa menuliskan sejarah.
"Sejarah bisa membohongi sejarah karena itu tulislah sejarahmu agar tidak dibohongi orang lain," ujarnya.
Sementara itu, Akademisi UNM Hasnawi Haris juga mengagumi buku ini
Karana apa yang dituliskan oleh pelaku sejarah baik rentan waktu, peristiwa yang mereka alami tidak berbeda dengan dituliskan dalam buku tersebut.
"Mulai dari keterlibatan aktor, isu pergerakan, sampai pada potret pergerakan semuanya bermuara pada perlawanan otorisasi kepemimpinan di rezim orde baru," katanya.
Struktur buku dengan tujuh bab dan 308 halaman ini sangar orisinil dan bisa dipertanggung jawabkan.
Terakhir, Aktivis AMPD Akbar Endra, Aldera telah menjadi pergerakan yang berani karena mengangkat isu-isu sensitif.
Tahun 1993 masyarakat sudah bosen dipimpin oleh presiden yang berkuasa 32 tahun.
Karena bosan, pergerakan mahasiswa menginginkan pemimpin berkuasa paling lama dua periode
Aldera menurutnya tidak hanya membela rakyat tapi membawa etape terhadap rezim otoriterisme pemimpin saat itu. (*)