Bedah Buku Aldera di Makassar, Cerita Pius Tentang Pergerakan Aktivis Dalam Tekanan Oligarki
Pergerakan mahasiswa ini muncul diakhir 80an mengorganisir gerakan mahasiswa, kemudian mengawal kasus-kasus buruh, tanah, dan sebagainya.
Penulis: Siti Aminah | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Bedah Buku Aldera, Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999 menghadirkan sang penggagas, Pius Lustrilanang.
Bedah buku yang diinisiasi oleh Ketua Yayasan Anak Rakyat Indonesia (YARI) Rudianto Lallo ini berlangsung di Mahoni Hall, Hotel Claro Jl AP Pettarani, Jumat (11/11/2022).
Acara ini menghadirkan beberapa pemantik, antara lain Rektor Universitas Negeri Makassar Husain Syam diwakili Wakil Rektor Bidang Akademik, Hasnawi Haris.
Rektor UIN Alauddin, Prof Hamdan Juhannis, Wakil Rektor Unhas Era Reformasi Amran Razak, dan Aktivis AMPD Akbar Endra.
Buku ini menceritakan gerakan pemuda direzim orde baru.
Pius dalam buku Aldera menjelaskan bahwa gerakan ini dibentuk khusus untuk membangun kekuatan mahasiswa.
Tujuannya untuk mengejar demokratisasi di Indonesia.
Pergerakan mahasiswa ini muncul diakhir 80an mengorganisir gerakan mahasiswa, kemudian mengawal kasus-kasus buruh, tanah, dan sebagainya.
"Sampai akhirnya pada tahun 1993 kita sadar bahwa kita tidak bisa bergerak secara spontanis tapi terpimpin dan disiplin," ucapnya lewat video dokumenter yang diputar saat bedah buku.
Aldera semacam merangkai kader dan tujuannya jelas, Yakni mewujudkan demokratisasi di Indonesia dengan taruhan nyawa sekalipun.
Singkat cerita, tiga bulan menjelang kejatuhan Soeharto Aldera mendapat berita mengejutkan.
Sekjen Adera, Pius Lustrilanang diculik di pintu keluar rumah sakit cipto mangungkusumo pada Senin 2 Februari 1998.
Pius tidak menyangka,hari-hari yang dianggapnya biasa saja tiba-tiba muncul peristiwa yang kelak mengubah jalan hidupnya.
Korban penculikan bahkan menjalani trauma yang dalam.
Makanya, mahasiswa ini berpikir bahwa rezim ini harus diturunkan menjadi rezim yang lebih demokratis.
Presiden Soeharto akhirnya mengumumkan berhenti pada 21 Mei 1998, dan menyerahkan kepemimpinan kepada wakilnya Bj Habibe.
Hanya saja, Presiden BJ Habibie dipandang masih berada dalam bayang-bayang militer dan kekuatan orde baru.
Dalam posisi tersebut Aldera tegas menolak BJ Habibie karena dianggap sebagai penerus Soeharto.
Pergerakan mahasiswa ini untuk menolak rezim tersebut dilakukan secara rahasia.
Ketua YARI sekaligus Ketua DPRD Makassar, Rudianto Lallo mengatakan apa yang dirasakan hari ini berkat perjuangan para aktivis 98.
Salah satunya dipelopori oleh Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Pius Lustrilanang.
"Apa yang telah diperjuangkan oleh bang Pius yang bersama-sama kawan-kawan senior aktivis 98 Makassar, hari ini kita nikmati," sebutnya.
Lanjut RL- Bupati Sinjai dan Bupati Gowa tidak akan jadi Bupati jika tidak ada reformasi.
Begitu juga dengannya, ia tidak akan menjadi Ketua DPRD jika tidak ada zaman tersebut.
"Tentu saya membaca, melihat, menonton TV. Waktu saya masih SMA. Kebetulan kakak saya Ketua Himpunan di 45," katanya.
Karena itulah ia menginisiasi bedah buku ini dan meminta Pius untuk datang ke Makassar.
"Buku Aldera ini harus kita siarkan, harus kita kabarkan, harus kita sebarkan kepada seluruh masyarakat Indonesia," tegasnya.
Rektor UINAM, Hamdan Juhannis menyampaikan, membaca buku Aldera sama dengan kita membaca novel politik, novel sejarah, sekaligus buku akademik.
Karena disitu banyak referensi sejarah yang ditulis oleh para Indonesianis.
"Ini perlu dijawab yang mana sebenarnya lebih penting, Aldera atau Pius Lustrilanang tapi jawab saya Pius adalah Aldera dan Aldera adalah Pius," kata Hamda.
"Setelah membaca Aldera, saya dapat mengatakan bahwa Pius itu melawan takdir (judul buku milik Hamdan Juhannis)
Kenapa demikian, karena Pius tidak dibesarkan oleh kampus dengan tradisi pergerakan (Universitas Padjajaran).
Pius juga tumbuh dalam tradisi agama katolik.
Sehingga sesungguhnya Pius melawan takdir menjadi aktivis
"Satu-satunya yang menjadi takdir dan mengikuti takdir menjadi anggota BPK," itu takdirnya.
Wakil Rektor Unhas Era Reformasi Amran Razak mengemukakan, tiap buku yang menceritakan pergolakan kemahasiswaan membuatnya penasaran
Ia bangga Aldera bisa menulis dirinya sendiri karena orang lain belum tentu bisa menuliskan sejarah.
"Sejarah bisa membohongi sejarah karena itu tulislah sejarahmu agar tidak dibohongi orang lain," ujarnya.
Sementara itu, Akademisi UNM Hasnawi Haris juga mengagumi buku ini
Karana apa yang dituliskan oleh pelaku sejarah baik rentan waktu, peristiwa yang mereka alami tidak berbeda dengan dituliskan dalam buku tersebut.
"Mulai dari keterlibatan aktor, isu pergerakan, sampai pada potret pergerakan semuanya bermuara pada perlawanan otorisasi kepemimpinan di rezim orde baru," katanya.
Struktur buku dengan tujuh bab dan 308 halaman ini sangar orisinil dan bisa dipertanggung jawabkan.
Terakhir, Aktivis AMPD Akbar Endra, Aldera telah menjadi pergerakan yang berani karena mengangkat isu-isu sensitif.
Tahun 1993 masyarakat sudah bosen dipimpin oleh presiden yang berkuasa 32 tahun.
Karena bosan, pergerakan mahasiswa menginginkan pemimpin berkuasa paling lama dua periode
Aldera menurutnya tidak hanya membela rakyat tapi membawa etape terhadap rezim otoriterisme pemimpin saat itu. (*)