Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Qudratullah

Media Sosial: Menciptakan dan Menggenggam Panggung Sandiwara

Di media sosial, semua penggunanya bisa berubah wujud layaknya bunglon. Hari ini penuh dengan postingan bijak, lalu esoknya menebar caci makian.

DOK PRIBADI
Qudratullah Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Bone. 


Belum cukup sampai di situ saja, para politisi yang sebelumnya menebar janji memperjuangkan aspirasi rakyat dengan rajinnya melakukan blusukan.

Mondar-mandir mempertanyakan kondisi masyarakat, keluhan serta kebutuhan untuk diperjuangkan. Semua diposting di media sosial, di lengkapi foto-foto yang memberi kesan ‘kedekatan dan kepedulian’ kepada masyarakat.

Tapi itu hanyalah sebuah front stage yang telah diatur sedemikian rupa. Tentu tidak terlepas dari yang namanya kepentingan.

Sedangkan backstage mengungkapkan ketidakpedulian saat masyarakat perlu diperjuangkan. Back stage yang sudah sering terjadi adalah tidur saat rapat paripurna.

Sejalan dengan hal tersebut, Goffman membagi panggung depan menjadi dua bagian: personal front dan setting (Mulyana, 2007: 114).

Setting adalah situasi fisik yang harus ada ketika aktor melakukan pertunjukan. Tanpa setting biasanya aktor tidak bisa melakukan pertunjukan.

Personal Front terdiri dari alat-alat yang dapat dianggap khalayak sebagai perlengkapan yang dibawa aktor ke dalam setting.

Personal front dalam kehidupan sosial mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh sang aktor.

Besarnya harapan untuk mendapatkan penilaian tertentu, sebagian orang merasa ingin menampilkan dirinya dalam versi lain. Sadar akan kemungkinan adanya kontroversi dan berbagai tanggapan dari para pengikutnya, maka terkadang sebagian orang membuat panggung drama sandiwara di media sosial.

Apa ini salah? Secara manfaat pribadi, bisa dikata tidak karena memanfaatkan media sosial dengan baik untuk kepentinganya. Tapi jika dilihat dari sudut pandang lain, ini seperti ‘menipu’ dengan gaya mahal dan menawan.

Apalagi media adalah kepemilikan pribadi yang tidak wajib diatur dalam sebuah lembaga yang di dalamnya terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung seperti media televisi, cetak dan online. Media tersebut memiliki gatekeeper dalam menyaring informasi yang akan disebarluaskan.

Namun, tidak berlaku di media sosial. Oleh karenanya, siapapun dapat bersandiwara untuk kepentingan yang diiginkannya. Tapi mutlak tidak dibenarkan jika melihatnya dari sudut pandang etika.

Mengutip Sapardi Djako Damono, “Hidup ini panggung sandiwara. Ya memang benar adanya, semua yang disampaikan kepada orang lain adalah dongeng, dan dongeng jenis apa pun harus terjadi di panggung; terjadi di tempat dan waktu tertentu agar tokoh-tokoh yang bermain di panggungnya bisa melakukan ini-itu sesuai dengan wataknya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved