Opini Muh Awaluddin Faturrachman
Pendidikan; Kesadaran Naif hingga Pembebasan
Pendidikan seakan berada pada posisi dilema antara memenuhi tuntutan bangsa sebagai cita-cita negara atau deksriminasi sistem perputaran politik.
Upaya peningkatan mutu pendidikan bersifat revolusioner. Namun jika hal itu tidak didasarkan oleh kesadaran naif hingga pembebasan bagi pihak-pihak akademisi, maka kehadiran problematika pendidikan akan terus menerus menjadi kompleks.
Di sisi lain, Anggaran dana pendidikan secara nasional sudah menjadi solusi untuk jembatan dalam menangani persoalan tersebut.
Tetapi, pengalokasian dana perlu secara terbuka oleh birokrasi dengan mengintensifkan komunikasi atau penumbuhan intelektual di kalangan institusi pendidikan seperti diatas. Agar upaya pertukaran ide hidup secara terus menerus.
Anggaran dana tidak hanya sebagai suatu poros peningkatan kapasitas fasilitas pendidikan saja, tetapi pembangunan pedagogisme melalui ruang intelektual yang perlu diintensifkan.
Sehingga identitas transformasi sosial pendidikan dapat mampu membebaskan. Paulo Freire (2016:76) mengatakan “Dasarnya semua adalah intelektual, tapi tidak semua hadir sebagai intelektual ditengah masyarakat.” Hal ini yang perlu kita cita-citakan bersama.
Bahwa kehadiran pendidikan sebagai sistem perubahan sosial ditengah bangsa.
Bukan sebaliknya, seperti kurangnya diskusi intelektual bagi masyarakat institusi pendidikan.
Ketika persoalan pendidikan dapat tersadarkan melalui dasar pembebasan ke kalangan akademisi, maka tujuan negara didalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi: “Mencerdaskan kehidupan bangsa” dapat diwujudkan melalui praktek kejujuran tersebut. Sangat perlu upaya metode terbuka oleh birokrasi.
Hingga nilai-nilai moral dapat terbuka sebagai pemenuhan masyarakat intelektual.
Mudah-mudahan dengan adanyakesadaran tersebut, pendidikan kita terus berkembang. Bukan melalui pragmatisme ideologi bagi kaum tertentu atau berakhir pada kemorosotan kualitas pendidikan secara pesat.(*)
