Opini Muh Awaluddin Faturrachman
Pendidikan; Kesadaran Naif hingga Pembebasan
Pendidikan seakan berada pada posisi dilema antara memenuhi tuntutan bangsa sebagai cita-cita negara atau deksriminasi sistem perputaran politik.
Komunikasi Eksklusif Pembebasan
Di sisi lain, menurunnya upaya komunikasi inklusif dikalangan akademis yang membuat pendidikan tak dapat menangkap ide-ide progresif dalam pengoptimalan pendidikan.
Mereka sibuk meningkatkan idealisme saja tanpa membuka ruang-ruang diskusi untuk menemukan solusi baru.
Semisal di ruang kampus; menurunnya upaya seminar, dialog terbuka, kajian-kajian akademisi yang mampu merombak sistem yang mencerahkan dalam memecahkan persoalan sosial, politik hingga pendidikan.
Masalah ini benar-benar mendasar bila kita tidak mengaitkan antara transformasi revolusi bangsa dengan pedagogisme.
Walau nyatanya, dasar politik dalam pendidikan sudah menjadi sifat kultural.
Gramscian muda (2016:12) mengatakan “Pendidikan berusaha meyakinkan dan politik berusaha untuk menang.
Oleh karena itu, dalam setiap tindakan edukatif ada keyakinan dan dalam setiap tindakan politik ada kemenangan, dan didalamnya terletak kekhususan satu sama lain.”
Persoalan pendidikan adalah tantangan harmonisasi bangsa dan negara. Meski realitanya, upaya pemerintah terus berjalan agar dapat memecahkan sistem pendidikan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambah alokasi anggaran untuk sektor pendidikan sebesar Rp 78,5 triliun. Saat ini nilainya menjadi Rp 621,3 triliun.
Menurutnya, “penambahan ini sejalan bertambahnya belanja negara di APBN 2022 akibat perubahan harga komoditas di pasar global yang berakibat pada membengkaknya belanja subsidi energi. Hal ini pun telah disetujui oleh Banggar.”
Kesimpulan Rapat Menkeu dan Banggar yang dikutip Jumat (20/5/2022).
Akan tetapi, pengalosian dana belum tersentuh secara merata dikalangan masyarakat institusi pendidikan.
Hal ini disebabkan oleh transformasi digital dan ketidakterbukaan komunikasi dari pihak pendidikan. Hingga berakhir dengan arah pendidikan yang abstrak sebagai pelaku pembebasan.
Kesadaran Naif
