Opini Tribun Timur
Ke Timtim, Ditinggalkan Kapal di Maumere
“Inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun”. Teman dan sahabat, Drs.Aspianor, Masrie M.Si berpulang dua tiga hari silam.
Subuh berikutnya, kami tiba di Pelabuhan Tenau Kupang, bersamaan dengan KM Kelimutu yang juga merapat setelah dari Dili, Timor Timur.
Usai mencicipi ubi jalar rebus, kami menumpang truk yang disopiri pria yang mengaku dari Sulawesi Selatan, saya dan enam orang mahasiswa lainnya masuk ke pusat Kota Kupang menumpang gratis sopir truk yang baik hati tersebut.
Saya duduk di samping sopir bersama Ima, lima orang lainnya, berdiri di bak truk.
Setelah mengisi perut ala kadarnya, kami naik angkot yang hingar dengan bunyi musik yang memekakkan telinga, menuju stasiun bus antarkabupaten di kawasan Hotel Sasando di bagian kota yang terletak di ketinggian.
Di sanalah kami menaikkan kendaraan trayek Kupang-Dili.
Siang itu, bus tiga perempat merangkak pelan, menapaki jalan aspal yang tak terlalu lebar dan mulus ke arah timur.
Hari sudah sore, ketika mobil ’terengah-engah’’ memasuki daerah Atambua, kabupaten perbatasan dengan Timtim yang mendaki.
Setelah menaikkan penumpang dan memuat barang, saat magrib bus melanjutkan perjalanan ke arah timur lagi.
Hari sudah lewat magrib saat bus melintasi perbatasan Indonesia-Timtim yang disebut Mota’ain.
Bus berhenti karena sopir harus melapor pada pos “check point”. Kartu tanda penduduk penumpang diminta, tetapi pemilik KTP-nya tetap di bus.
Di sini ada benteng Portugis di pertigaan jalan. Ada dua jalur jalan masuk ke Timor Timur di dekat gerbang perbatasan ini.
Di sebelah kiri ke Dili di utara, dan di sebelah kanan ke arah Maliana di bagian selatan (dari arah NTT).
Tujuh orang yang ketinggalan kapal ini memasuki Dili, pukul 21.00 WIT.
Beruntung di antara rombongan ada seorang mahasiswa asal Timor Timur (kini sudah kembali ke negaranya), sehingga rombongan tidak nyasar di kota Dili.
Kami turun di asrama tentara yang lagi kosong dan dijadikan pondokan kami selama di Kota Dili.
Teman-teman menyambut kami, termasuk almarhum bagaikan pahlawan yang baru pulang dari medan perang.
Kini penulis di media cetak yang produktif itu telah tiada. Selamat jalan sahabat.(*)