Opini Marsuki DEA
Catatan Diskusi Forum Dosen: Menyimak Problematika Pembangunan Kota Makassar
Diasumsi gedung tersebut nantinya akan menjadi pusat pelayanan pemerintah kota secara terintegrasi dari beberapa lembaga pelayanan Pemkot strategis
Ringkasnya, pendekatan analisis pembangunan kewilayahan perkotaan, menjelaskan bahwa pembangunan kota seharusnya mengintegrasikan secara bersama antara pembangunan fisik, ekonomi dan social secara bersamaan.
Khusus dari perspektif ekonomi hal tersebut dapat ditafsirkan bahwa perencanaan pembangunan wilayah, diantaranya kota, harus tidak mengabaikan unsur perkembangan atau kepentingan ekonomi dan social masyarakat.
Karena adanya fenomena bahwa suatu wilayah berkembang dan terpolarisasi utamanya sebagi akibat dari perkembangan aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat dalam arti luas.
Dalam kepentingan tersebut maka penerapan prinsip-prinsip laissez-faire dalam perencanaan pembangunan kota misalnya, dimana mekanisme pasar dibiarkan bekerja sehingga campur tangan pemerintah tidak banyak dibutuhkan, jelas sudah tidak sesuai zaman.
Karena ternyata prinsip seperti telah menimbulkan masalah perkotaan yang kompleks. Seperti pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, terbatasnya penyediaan dan pelayanan public, masalah pengguran, ketidak stabilan kondisi social, politik, dan ekonomi, masalah kemiskinan, dan terutama terjadinya kesemrawutan pemanfaatan atau tata ruang kota.
Sehingga dibutuhkan intervensi pemerintah dalam bentuk penyusunan rencana pembangunan kota misalnya, agar supaya alokasi sumberdaya dan pemanfaatan ruang perkotaan dapat menjadi lebih baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara agregat.
Dalam perspektif makro, prinsipnya, perencanaan pembangunan suatu wilayah, kota misalnya, harus dapat menyeimbangkan kepentingan lokal suatu kota dengan tujuan nasional yang sesuai dengan kerangka perkembangan global secara keseluruhan.
Sehingga keterpaduan kepentingan tersebut melibatkan keterpaduan antar sector, baik sector ekonomi, sector-sektor non ekonomi, dan hubungan antar kawasan perkotaan dan bukan perkotaan baik di tingkat local, regional, bahkan internasional.
Untuk kepentingan tersebut, maka kebijakan perencanaan pembangunan wilayah perkotaan sudah harus menggunakan kombinasi pendekatan tradisional dengan pendekatan modern seperti Multi-Sectoral Analysis (MSA) dan Cluster Analysis sesuai pendekatan pemikiran ekonomi regional perkotaan moderan.
Terakhir, dari gambaran penjelasan tersebut, maka tampaknya dapat ditafsirkan bahwa kerangka berfikir Walikota dalam membangun kota Makassar berangkat dari dua pendekatan modern tersebut.
Seperti tercermin dari Visi besarnya ingin menjadikan Makassar sebagai kota dunia melalui beberapa strategis unggulan sebagai fondasinya, utamanya Makassar sebagai Smart City berbasis IT dan kebijakan klasterisasi wilayah atau tata ruang kota sesuai dengan kondisi lokal masing-masing, kedalam 13 daerah strategis kecamatan sesuai fungsi dan peran strategisnya, yaitu sebagai: Pusat kota, Pemukiman, Pendidikan, Industri, Penelitian, Pelabuhan, Bandara, Pariwisata, Bisnis global, Olah raga, Budaya, Maritim, dan Pergudangan.
Jelas suatu Visi-Misi besar yang inovatif.
Tapi hal yang jelas bahwa rencana besar tersebut tidak mudah dilaksanakan jika sulit mengatasi banyak tantangan dan keterbatasan yang akan dihadapi.
Utamanya masalah kapasitas dan kemampuan SDM dan budaya kerja aparat, persoalan regulasi dan birokrasi, serta persoalan sumber dana pembiayaan.
Namun saja semoga dapat diwujudkan, karena jika berhasil maka memang benar kota Makassar jauh akan lebih baik. Insya Allah.(*)