Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Marsuki DEA

Catatan Diskusi Forum Dosen: Menyimak Problematika Pembangunan Kota Makassar

Diasumsi gedung tersebut nantinya akan menjadi pusat pelayanan pemerintah kota secara terintegrasi dari beberapa lembaga pelayanan Pemkot strategis

Editor: AS Kambie
zoom-inlihat foto Catatan Diskusi Forum Dosen: Menyimak Problematika Pembangunan Kota Makassar
DOK
Marsuki, Guru Besar FEB Unhas dan Chief Economist BNI WMK

Oleh: Prof Marsuki DEA
Guru Besar FEB Unhas)

TRIBUN-TIMUR.COM - Menarik diskusi Forum Dosen dengan Walikota Makassar, Selasa (11/1/2022), yang membahas tentang problematika ruang kota Makassar dalam upaya mencoba menjawab kekhawatiran publik terkait dengan soal rencana pembangunan kantor pelayanan public di area taman kota utama yang dikenal dengan Taman Macan.

Walikota menjelaskan berbagai alasan yang mendasari kebijakan tersebut, yang dapat disimpulkan secara cepat, bahwa pembangunan tersebut bukan dibangun di ruang taman public yang dimaksud namun di sekitarnya dengan memanfaatkan ruang kota yang diasumsi kurang optimal penggunaannya.

Luasnya cukup besar, diperkirakan 22 kali 120 meter.

Sehingga direncanakan dapat dimanfaatkan untuk membangun gedung pelayanan public terpadu yang modern sesuai prasyarat untuk mewujudkan Makassar sebagai Smart City.

Dengan referensi, mencoba mereplikasi beberapa kasus di beberapa negara maju yang sudah mengimplementasikan paradigma pembangunan kota, Smart City, diantaranya Singapura dan Jepang.

Diasumsi gedung tersebut nantinya akan menjadi pusat pelayanan pemerintah kota secara terintegrasi dari beberapa lembaga pelayanan Pemkot strategis yang ada.

Sekaligus dapat menjadi pusat penghubung aktivitas publik lainnya yang sudah ada selama ini di sekitar gedung tersebut, utamanya aktivitas ekonomi, bisnis, dan pariwisata khususnya. 

Beberapa pandangan kritis dari peserta diskusi Forum Dosen tampaknya cukup rasional dari beberapa perspektif, seperti social, budaya, ekonomi, komunikasi, regulasi, dan aspek tata ruang.

Tampak, Walikota mencoba menjelaskan dengan lugas beberapa hal kritis yang dipersoalkan, berangkat dari keinginannya mewujudkan Visi-Misi besarnya untuk menjadikan Makassar sebagai Kota Dunia sesuai paradigma Smart City.

Jelas hal tersebut sebagai suatu tekad besar dan sangat inovatif dari seorang Walikota. Tapi tentu hal yang tidak mudah untuk merealisasikannya.

Di antara yang utama karena sudah menjadi kelaziman bahwa sesuatu hal yang baru apalagi diluar kebiasaan, pasti akan banyak kasus pro-kon terhadapnya.

Namun sebagai pemimpin yang sudah menetapkan Visi-Misinya ke public saat berkampanye, maka sebagai pemimpin yang bertanggung jawab diharapkan terus berusaha merealisasikannya dengan segala konsekuensi yang harus ditanggungnya karena itu adalah janji politik yang harus diwujudkan.

Walaupun demikian, diharapkan bahwa selama perjalanan dalam merealisasikan Visi-Misi tersebut, selayaknya bukanlah hal yang terlarang untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian  jika memang ada hal kritis yang perlu disikapi karena alasan tuntutan kepentingan public yang lebih besar.

Namun tentu tidak perlu mengorbankan keinginan awal besarnya yang sudah dicanangkan saat kampanye.

Dari perspektif ilmiah, penjelasan yang disampaikan Walikota tampaknya bisa dianggap mengikuti kerangka fikir dengan pendekatan stretegi penyusunan kebijakan kewilayahan sesuai analisis perencanaan pembangunan wilayah yang diantaranya didasarkan pada teori ekonomi perkotaan dan ekonomi regional modern.

Ringkasnya, pendekatan analisis pembangunan kewilayahan perkotaan, menjelaskan bahwa pembangunan kota seharusnya mengintegrasikan secara bersama antara pembangunan fisik, ekonomi dan social secara bersamaan.

Khusus dari perspektif ekonomi hal tersebut dapat ditafsirkan bahwa perencanaan pembangunan wilayah, diantaranya kota, harus tidak mengabaikan unsur perkembangan atau kepentingan ekonomi dan social masyarakat.

Karena adanya fenomena bahwa suatu  wilayah berkembang dan terpolarisasi utamanya sebagi akibat dari perkembangan aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat dalam arti luas.

Dalam kepentingan tersebut maka penerapan prinsip-prinsip laissez-faire dalam perencanaan pembangunan kota misalnya, dimana mekanisme pasar dibiarkan bekerja sehingga campur tangan pemerintah tidak banyak dibutuhkan, jelas sudah tidak sesuai zaman.

Karena ternyata prinsip seperti telah menimbulkan masalah perkotaan yang kompleks. Seperti pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, terbatasnya penyediaan dan pelayanan public, masalah pengguran, ketidak stabilan kondisi social, politik, dan ekonomi, masalah kemiskinan, dan terutama terjadinya kesemrawutan pemanfaatan atau tata ruang kota.

Sehingga dibutuhkan intervensi pemerintah dalam bentuk penyusunan rencana pembangunan kota misalnya, agar supaya alokasi sumberdaya dan pemanfaatan ruang perkotaan dapat menjadi lebih baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara agregat.

Dalam perspektif makro, prinsipnya, perencanaan pembangunan suatu wilayah, kota misalnya, harus dapat menyeimbangkan kepentingan lokal suatu kota dengan tujuan nasional yang sesuai dengan kerangka perkembangan global secara keseluruhan.

Sehingga keterpaduan kepentingan tersebut melibatkan keterpaduan antar sector, baik sector ekonomi, sector-sektor non ekonomi, dan hubungan antar kawasan perkotaan dan bukan perkotaan baik di tingkat local, regional, bahkan internasional.

Untuk kepentingan tersebut, maka kebijakan perencanaan pembangunan wilayah perkotaan sudah harus menggunakan kombinasi pendekatan tradisional dengan pendekatan modern seperti Multi-Sectoral Analysis (MSA) dan Cluster Analysis sesuai pendekatan pemikiran ekonomi regional perkotaan moderan.

Terakhir, dari gambaran penjelasan tersebut, maka tampaknya dapat ditafsirkan bahwa kerangka berfikir Walikota dalam membangun kota Makassar berangkat dari dua pendekatan modern tersebut.

Seperti tercermin dari Visi besarnya ingin menjadikan Makassar sebagai kota dunia melalui beberapa strategis unggulan sebagai fondasinya, utamanya Makassar sebagai Smart City berbasis IT dan kebijakan klasterisasi wilayah atau tata ruang kota sesuai dengan kondisi lokal masing-masing, kedalam 13 daerah strategis kecamatan sesuai fungsi dan peran strategisnya, yaitu sebagai: Pusat kota, Pemukiman, Pendidikan, Industri, Penelitian, Pelabuhan, Bandara, Pariwisata, Bisnis global, Olah raga, Budaya, Maritim, dan Pergudangan.

Jelas suatu Visi-Misi besar yang inovatif.

Tapi hal yang jelas bahwa rencana besar tersebut tidak mudah dilaksanakan jika sulit mengatasi banyak tantangan dan keterbatasan yang akan dihadapi.

Utamanya masalah kapasitas dan kemampuan SDM dan budaya kerja aparat, persoalan regulasi dan birokrasi, serta persoalan sumber dana pembiayaan.

Namun saja semoga dapat diwujudkan, karena jika berhasil maka memang benar kota Makassar jauh akan lebih baik. Insya Allah.(*)

      

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Angngapami?

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved