Rubrik Opini Tribun Timur
Perspektif Change Management Penerapannya di Pemkot Makassar
Dari bagan Makassar Recover yang disosialisasikan nyaris tidak perangkat pemkot (baca: OPD) yang akan terluput dalam implementasinya.
Dengan demikian, kepemimpinan organisasional yang efektif merupakan necessary condition, bukan kepemimpinan komando dari pucuk pimpinan.
Pucuk pimpinan akan lebih berperan sebagai enabler bagi perangkat organisasi yang akan mengeksekusi, disamping sebagai penentu arah dan pengendali pencapaian tujuan perubahan.
Oleh karena itu, masalah komunikasi menjadi kunci keberhasilan lainnya dalam konsep manajemen perubahan ini, baik tujuan komunikasi internal maupun komunikasi eksternal yang akan menjangkau pemangku kepentingan.
Konseptualisasi manajemen perubahan yang akan diimplementasikan sejatinya tidak hanya ada dibenak segelintir orang, bahkan agar bisa menjamin efektifnya koordinasi pelaksanaan diperlukan konsep operasional yang tertulis sebagai acuan yang akan dipedomani secara teknikal dan praktikal.
Konseptualisasi yang dimaksud akan dibasiskan pada nalar mengapa perubahan dibutuhkan dan hasil apa yang akan mampu diperoleh.
Basis berpikir inilah yang selanjutnya akan dijabarkan kebijakan dasar dan strategi pencapaiannya sesuai dengan arahan visi perubahan.
Itu berarti, konseptualisasi yang dipersiapkan bukan hanya berkenaan dengan hal-hal yang bersifat teknikal dan praktikal belaka.
Sejauh ini Pemkot Makassar sudah menyosialisasikan seperangkat konsep berpikir dengan memilih jargon Makassar Recover.
Bila dicermati, nampaknya visi perubahan yang ditawarkan adalah berkenaan dengan ecosystem.
Kedua istilah asing, recover dan ecosystem, semoga saja sejak dari jajaran perangkat implementatornya sudah memiliki batasan yang jelas dan tegas, termasuk kesulitan menemukan istilah yang berbahasa Indonesia, agar tidak lagi menimbulkan multi interpretasi dalam pelaksanaannya.
Hal ini patut diketengahkan, karena dalam banyak pengalaman di daerah ini, terutama bila melibatkan perangkat pemerintahan secara luas, pengaruh kesektoralannya ikut berpengaruh pada pemahaman dasarnya, bahkan termasuk bila menggunakan bahasa Indonesia sendiri.
Contoh klasiknya adalah istilah perwilayahan komoditas, yang bahkan ada saja perangkat pemerintahan saat itu yang masih sulit menemukan posisi dan kepentingan lembaganya dalam konsep tersebut.
Dari bagan Makassar Recover yang disosialisasikan nyaris tidak perangkat pemkot (baca: OPD) yang akan terluput dalam implementasinya.
Tim Walikota yang dibentuk dan terdiri dari kalangan akademisi yang mumpuni tentu saja perlu berpikir dan bekerja keras, baik dalam konseptualisasi rumusan perubahan yang akan ditawarkan oleh setiap OPD maupun dalam kaitan rentang kendali sekian banyak OPD tersebut.
Sejauh yang bisa dipahami dari bagan konsep, nyaris semuanya berkenaan hal-hal yang bersifat teknikal baik untuk imunitas kesehatan, untuk adaptasi sosial maupun untuk pemulihan ekonomi.