Kajian Wali Wanua
FPI Jadi Partai? Akademisi Bugis-Makassar Ingatkan Islam Yes Partai Islam No: Eppa Sulapa Lebih Pas!
kombinasi karakter BJ Habibie, Quraish Shihab, Jenderal M Jusuf, dan Baharuddin Lopa bentuk untuh peradaban Islami yang tercerahkan, Eppa Sulapa
Kenyataannya, lanjut Taslim Arifin, “Kualitas akhlak dan daya juang bangsa dalam meraih peradaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan apa yang ditawarkan oleh peradaban materialistik, individualistik, dan rakus lingkungan hidup, tidak banyak berubah.”
Berdasar pada kenyataan tersebut, Taslim Arifin, menegaskan, hanya Islam yang sanggup melahirkan karakter suatu bangsa sanggup memberi alternatif budaya, dan suatu kualitas budaya yang lebih baik dalam mengurai berbagai kebuntuan budaya ultra sekuler yang menjebak tata kehidupan global dewasa ini.
“Berita dalam Al Quran juga banyak mengisahkan tentang perseteruan yang berkepanjangan antara budaya kerakusan material dengan segala ikutannya berhadapan dengan budaya kesantunan, kearifan, dan keadilan merupakan inti pedoman Islam dalam mewarnai kehidupan,” jelas Taslim Arifin.
Guru Besar Unhas di Fakultas MIPA, Prof Dr Tasrief Surungan, menilai, boleh jadi satu sisi pandangan Cak Nur, Islam Yes Partai Islam No, adalah untuk menghindarkan kelompok tertentu mengatasnamakan Islam.
“Boleh jadi ada kelompok yang memang Ikhlas, yang memang sungguh-sungguh memperjuangkan Islam, bukan mengatasnamakan. Kelompok yang terakhir ini layak mengusung tagline, Islam Yes Partai Islam Ye,” kata Prof Dr Tasrief Surungan.
Pernyataan Taslim Arifin segera ditimpal Prof Qasim Mathar. “Saya amat setuju dengan kalimat terakhir dari tulisan Bung TA (Taslim Arifin) di atas. Tapi adakah hal itu tampak pada para pejuang, jihadis, dai saat ini, khusus yang mengusung perjuangan politik?” ujar Prof Qasim Mathar.
“Saya hanya meminta melihat sejarah. Sejak sesudah Masyumi hingga saat ini, politisi Islam dan parpolnya hanya menjadi oposisi, yang hanya ‘menonton’ rezim-rezim dan presiden-presidennya berjalan bergantian secara reguler. Mustahil membangun pemerintahan langit di bumi, pemerintahan itu mesti bernatural bumi,” jelas Prof Qasim Mathar menambahkan.
Atas tekad itu, lanjut Prof Qasim Mathar, Ruhollah Khomeini mungkin sudah berusaha mewujudkannya. Faktanya itulah Iran sekarang, yang menurut Prof Qasim Mathar, bersejajar dengan negara/bangsa lain yang duniawi.
“Maududi (Abu A’la Al Maududi) mungkin juga seperti itu. Tapi negara Maududi menjadi mimpi saja sampai beliau wafat. Banyak yang lain seperti itu, baik sebelum maupun sesudah Ruhollah Khomeini dan Maududi,” kata Prof Qasim Mathar.
“Tapi lebih realistik sultan dan khalifah Turki Usmani yang membranding diri dengan ‘Assulthan zhaliylullah fil ardhi’, Sultan adalah Bayangan Allah di dunia. Khilafah Usmani itu tetap berwatak bumi dan duniawi,” jelas Prof Qasim Mathar menambahkan.
Seiring dengan Islam yes partai Islam no dan turunannya, Prof Qasim Mathar menyebut Recep Tayyip Erdoğan mungkin juga sedang bermimpi untuk ‘back to Islam, setelah Mustafa Kemal Ataturk menggiring Khilafah Islam Turki ke watak negara dan politik yang sesungguhnya yaitu sekular
“Maka, yang baik yang tengah-tengah: negara dan politik yang sekular dan berkeadilan. Oke, Islam yes partai Islam no,” ujar Prof Qasim Mathar.
“Ringkasnya, kombinasi karakter antara Habibie dan Quraish Shihab ditambah Jenderal M Jusuf adalah bentuk untuh peradaban Islami yang tercerahkan. Kalau mau lebih lengkap Baharuddin Lopa, semua orang Bugis-Makassar. Eppa Sulapa,” tegas Taslim Arifin.(*)