TRIBUN TIMUR WIKI
Rekam Jejak Bung Tomo, Pahlawan Nasional Pengobar Semangat Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Pemuda kelahiran Surabaya, 3 Oktober 1920, ini pernah menjadi jurnalis dan aktif dalam kelompok politik dan sosial.
Penulis: Nur Fajriani R | Editor: Waode Nurmin
Ia lantas memutuskan untuk bekerja kecil-kecilan.
Baca juga: 3 Kejadian Jadi Sorotan di Hari Rizieq Shihab Tiba di Indonesia, Lihat Kalimat Ahok yang Diposting
Sutomo kemudian belajar di Hoogere Burgerschool (HBS) secara korespondensi.
Meski begitu, ia tidak secara resmi lulus dari sekolah tersebut.
Pendidikan Sutomo banyak dipengaruhi pendidikan informal di Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI).
Lewat filsafat kepanduan inilah ia menempa kesadaran nasionalisnya.
Baca juga: Siapa-siapa 6 Tokoh yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional Baru dari Jokowi di Hari Pahlawan 2020?
Di kepanduan, Sutomo adalah siswa yang cukup berprestasi.
Pada usia 17 tahun, ia jadi tersohor ketika didapuk menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda.
Kepiawaiannya dalam berbahasa dan kecerlangan gagasannya menuntunnya untuk memilih jalur jurnalistik sebagai bidang pekerjaannya.
Sejak usia 18 sampai 25, ia terlibat di berbagai media, seperti Ekspres dan kantor berita Antara.
Orasi Pertempuran Surabaya
Kini Bung Tomo dikenal karena perannya dalam Pertempuran Surabaya pada Oktober dan November 1945.
Waktu itu, pada masa-masa setelah proklamasi kemerdekaan, suasana di Surabaya mencekam.
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, tentara Inggris yang tergabung dalam Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) datang ke Surabaya bersama dengan tentara Netherlands Indies Civil Administration (NICA).
Misi tentara Sekutu ini adalah melucuti tentara Jepang dan memulangkan mereka ke negaranya.
Namun, diam-diam mereka juga punya niat mengembalikan Indonesia sebagai jajahan pemerintah Belanda.
