Nelayan Kodingareng Ditangkap
Nelayan Kodingareng Ditangkap, Ini 8 Poin Tuntutan Koalisi Masyarakat Sipil Sulsel
Satu mahasiswa aktivis lingkungan bernama Rahmat yang sedang merekam kejadian ikut ditangkap dan mengalami kekerasan.
Penulis: Muslimin Emba | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Koalisi Masyarakat Sipil Sulsel menyebut penangkapan nelayan Pulau Kodingareng, aktivis, dan pers mahasiswa adalah bentuk kesewenang-wenangan polisi.
Penangkapan yang dilakukan personel Polair Polda Sulsel itu dikabarkan berlangsung Sabtu (12/9/2020) pagi, usai puluhan nelayan dan aktivis melakukan aksi penolakan tambang pasir.
Dalam penangkapan itu, tujuh nelayan, satu aktivis lingkungan, dan tiga anggota pers mahasiswa diamankan.
Ke tujuh nelayan itu, yakni Nawir, Asrul, Andi Saputra, Irwan, Mustakim, Nasar, dan Rijal.
"Satu nelayan mengalami kekerasan hingga berdarah di bagian wajah," tulis rilis resmi Koalisi Masyarakat Sipil Sulsel yang dikirim Koordinator Bidang Hak atas Lingkungan Hidup LBH Makassar Edy Kurniawan Wahid ke tribun-timur.com.
Dalam rilis itu disebutkan, satu mahasiswa aktivis lingkungan bernama Rahmat yang sedang merekam kejadian ikut ditangkap dan mengalami kekerasan.
"Dipukul di bagian wajah dan badan, ditendang dan lehernya diinjak. Lalu handphone milik Rahmat yang dipakai merekam jatuh ke laut saat hendak disita oleh Polairud," tulisnya.
Tidak hanya itu, tiga mahasiswa yang turut ditangkap merupakan jurnalis pers mahasiswa yang sedang melakukan peliputan aksi.
Ketiganya, Hendra dari Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Universitas Hasanuddin (UKPM-UH), Mansur dan Raihan dari Unit Kegiatan Penerbitan dan Penulisan Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UPPM UMI).
"Sebelum ditarik paksa, mahasiswa tersebut memperlihatkan kartu pers. Polisi tidak menghiraukan dan tetap menangkap mahasiswa tersebut," sebutnya.
Kronologi Penangkapan Versi Koalisi Masyarajat Sipil Sulsel
Sabtu, 12 September sekitar pukul 06.00 Wita kapal milik PT Royal Boskalis kembali melakukan aktvitas tambang pasir di daerah copong (wilayah tangkap nelayan).
Kegiatan ini menimbulkan reaksi dari masyarakat atau nelayan Pulau Kodingareng.
Tepat pukul 07.30 Wita ratusan nelayan yang didominasi oleh ibu-ibu bersama mahasiswa dan aktivis lingkungan serta jurnalis pers mahasiswa bergerak menuju lokasi tambang untuk melakukan aksi protes dengan menggunakan tiga jolloro (perahu tradisional berukuran besar) dan 45 lepa-lepa (perahu tradisional berukuran kecil).
Pukul 08.33 Wita, massa aksi tiba di lokasi tambang langsung menggelar aksi demonstrasi berupa orasi ilmiah dan pembentangan spanduk yang berisi penolakan kegiatan tambang.
Puluhan perahu nelayan kemudian mengelilingi kapal tambang dengan maksud menghentikan atau mengusir kapal.