Pilkada 2020
Respon Kopel Soal Rencana Pelaksanaan Pilkada di Tahun 2020
Peniliti senior Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah menilai pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 tak elok digelar tahun ini.
Penulis: Abdul Azis | Editor: Suryana Anas
Ketiga, ketersediaan anggaran. Sebenarnya ada dua isu besar dalam anggaran, yakni sumber pendanaan apakah apbn dan atau apbd serta besaran biaya yang dibutuhkan.
"Sangat disayangkan rapat Komisi II DPR bersama pemerintah dan penyelenggara kemarin dilakukan secara tertutup dan tidak memberi akses bagi publik secara maksimal," katanya.
Meski demikian kata Syam, data yang diperoleh keliatannya hasil rapatnya masih ambigu. Betul kemungkinan APBN, tapi dengan bahasa memperhatikan kondisi Keuangan Daerah (APBD).
"Ini sebenarnya cerminan pemerintah ada keraguan atas ketersediaan anggaran.
Terlebih dengan melihat usulan permintaan tambahan anggaran oleh KPU saja sudah mencapai 5 triliun. Belum termasuk untuk anggaran Bawaslu, pemerintah dan termasuk juga anggaran jaminan perlindungan kesehatan bagi warga sebagai pemilih," jelasnya.
Jaminan keselamatan warga harus benar benar menjadi perhatian serius selain jaminan atas hak pilihnya secara bebas dan berkualitas.
"Warga tidak boleh dijadikan korban atas ambisi nafsu kuasa di balik pesta demokrasi," katanya.
Menurut Syam, berdasarkan data Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia menjelaskan kondisi keuangan daerah sekarang ini sedang terpuruk sesungguhnya sudah tidak memungkinkan untuk digelar pilkada dalam waktu dekat.
"Daerah-daerah baru saja melakukan refocusing budget dengan realokasi hingga 50 persen khusus pada komponen budget belanja barang dan jasa serta belanja modal yang kemudian digunakan untuk penanganan Covid-19. Fatalnya sektor pendapatan asli daerah juga terpuruk seperti perhotelan dan pajak restoran," kata dia.
Dampaknya jangankan untuk menambah anggaran? Sebaliknya berpotensi beberapa daerah kemungkinan akan membahas ulang untuk pengurangan dana hibah pilkada karena ketidakmampuan keuangan daerah.
"Jangankan penambahan alokasi anggaran, juga total hibah sebelumnya saja yang sudah ditandatangani Pemerintah bisa jadi akan ditinjai kembali karena kondisi keuangan yg tdk menungkinkan," jelasnya.
Keempat, adalah dampak partisipasi pemilih yang pasti akan turun. Belajar dari beberapa negara yang melakukan pemilu atau referendum di tengah pandemi semuanya dikategorikan hampir gagal dalam partisipasi.
Pemilih akan takut ke TPS karena ancaman corona. Terlebih tidak ada standar baku protokeler yang ditetapkan selama tahapan pilkada terutama pencoblosan
Bisa dibayangkan dalam satu TPS akan ada pergerakan warga sebagai pemilih sampai 500 orang berkumpul dalam satu titik belum termasuk petugas dan saksi serta tim lain.
"Tidak akan ada yang menjamin semua warga akan pake masker. Apakah akan dilarang masuk TPS. Bagaimana kalau ada satu orang saja PDP atau OTG. Yang jelas semua harus dijamin hak pilihnya secara berkualitas," ujarnya.
Laporan wartawan tribuntimur.com / Abdul Azis Alimuddin
Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur:
Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur
(*)
