Pilkada 2020
Respon Kopel Soal Rencana Pelaksanaan Pilkada di Tahun 2020
Peniliti senior Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah menilai pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 tak elok digelar tahun ini.
Penulis: Abdul Azis | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Peniliti senior Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah menilai pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 tak elok digelar tahun ini.
Alasannya, saat ini rakyat sedang berjuang bertarung atas keselamatan hidupnya melawan wabah coronavirus disease 2019.
Tak hanya itu kata Syamsuddin, bila pilkada dipaksakan digelar tahun ini, maka publik akan menilai pemerintah sesungguhnya tidak pernah benar-benar serius melakukan upaya maksimal atas penanganan maupun penanggulangan virus Covid-19 yang masih terus meningkat.
"Baiknya ditunda saja dulu. Kesehatan dan keselamatan rakyat harus menjadi prioritas utama pemerintah," kata Syamsuddin kepada Tribun via pesan WhatsApp, Jumat (5/6/2020).
Syam sapaannya menambahkan, jika pilkada tetap dilaksanakan Desember 2020, maka akan menimbulkan banyak masalah.
Pertama, lanjut Syam dari segi hukum bisa dikategorikan melanggar semangat Perppu itu sendiri yang riwayatnya dibentuk atas latar keputusan pemerintah menunda pelaksanaan pilkada yang semula September karena adanya kesadaran atas bahaya wabah Covid-19.
"Sementara keselamatan rakyat oleh negara dipandang menjadi prioritas yang lebih utama," jelasnya.
Sesungguhnya kata Syam, terdapat indikator yang bisa digunakan mengukur apakah pandemi Covid-19 dikategorikan mendekati aman, yakni terdapat penurunan angka penularan.
Kemudian penurunan angka terjangkit PDP/kasus positif. Lalu penurunan kurva epidemi atau menggunakan data basic reproductive number ro dan rt.
"Indikator kesehatan masyarakat, status apakah sudah masuk zona hijau dan atau juga berdasarkan prediksi matematika. Sayangnya semua indikator kelihatannya tidak ada yang digunakan sebagai rujukan dalam mengambil keputusan," jelasnya.
"Boro-boro Covid-19 sudah hilang, melandai aja belum. Bahkan sebaliknya makin hari makin naik terutama di daerah-daerah. Dan itu diakui mendagri sendiri bahwa Covid-19 belum bisa dipastikan kapan berakhir," tegas Syam.
Kedua, surat dari gugus tugas dan badan penanggulangan bencana yang dijadikan alasan sebagai dasar penentuan jadwal pilkada sesungguhnya tidak sama sekali menyebut sama sekali Covid-19 sudah melandai.
Kata Syam, melainkan surat tersebut hanya menjelaskan bila pilkada akan dilaksanakan, maka memperhatikan standar protokler kesehatan. Dalam artian surat ini sebenarnya mengandung norma kebolehan bila syarat dipenuhi.
Meski demikian, dari sisi kemanfaatan surat ini menjadi banci dalam perlindungan keselamatan warga atas wabah itu. Sebab secara teori tidak ada jaminan orang yang bekerja secara protokler kesehatan tidak akan terjangkit virus Covid-19 apalagi dalam intensitas pertemuan yang memakan waktu cukup lama dan dalam jumlah yang besar.
"Standar protokol hanyalah upaya pencegahan, bukan kepastian," ujar Syam sembari mempertanyakan apakah
apakah pihak gugus tugas sudah mengkaji betul dampak luar biasa yang bisa terjadi termasuk potensi akan ada klaster baru yakni pilkada.
