Joker, Wiranto dan Nyinyiran Kebencian

Saya rasa kebencian itu tidak perlu dipelihara, kebencian terhadap seseorang, satu kelompok politik, agama ataupun kelompok RT. Tuduh-menuduh juga tidak baik. Bukankah kita ini adalah bukan hakim yang sebaik-baiknya?

Tuhanpun tidak suka jika hambanya saling membenci dan menertawai satu sama lain. Apalagi tertawa karena disebabkan ada yang terkena musibah. Biarlah kasus ini dilimpahkan kepada pihak yang berwajib yang jauh lebih mengetahui bagaimana mestinya.

Persoalan komentar dan sebagainya, ya, silakan saja. Ini adalah negara demokrasi, bebas mengeluarkan pendapatnya baik lisan maupun tulisan. Tapi lagi-lagi harus sesuai dengan fakta, bukan fitnah, hoax, apalagi baru hanya sebatas dugaan. Boleh saja menduga-duga, hanya saja ada baiknya disimpan dulu untuk sementara waktu, sebelum waktunya telah tiba—infonya jelas.

Jangan sampai status ataukah kicauan mengantarkan kita berhadapan dengan hukum. Bukankah tidak ada (berhak) mengetahui isi hati seseorang kecuali Dia dzat yang maha tahu?

Maka adillah sejak dalam pikiran, kata Pram. Maka adillah sejak dalam dugaan. Ataukah kata dosen saya ketika menyampaikan materi kuliahnya, beliau mengatakan begini; tentang betapa susahnya kita berpositif thinking.

Kita susah menemukan kebenaran karena kita mudah alergi terhadap orang. Sulit menghilangkan kesubjektifitasan dalam melihat atau menilai sesuatu. Atau bahasa agamanya seperti ini “...jangan sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil...(QS Al-Maidah: 8). Wallahu a’lam bishawwab. (*)