Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kisah IRT Marna dan Keluarga, Korban Konflik Wamena Selamat saat 'Dikepung' Panah

Ibu tiga orang anak ini, merupakan satu dari 860 exodus atau pengungsi asal Wamena yang tiba di Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar, Senin (14/10/2019)

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Ansar
muslimin emba/tribun-timur.com
Marna (35) exodus Wamena saat tiba di Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar, Senin(14/10/2019) malam. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Konflik sosial atau kerusuhan yang terjadi di Wamena Papua masih terbayang jelas dibenak Marna (35).

Ibu tiga orang anak ini, merupakan satu dari 860 exodus atau pengungsi asal Wamena yang tiba di Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar, Senin (14/10/2019) malam.

Di hampiri di lobi pelabuhan, Marna bercerita betapa kerusuhan yang terjadi di Kota Wamena itu nyaris merenggut nyawanya.

Begitu juga dengan suaminya Firdaus dan tiga anaknya.

FOTO: Pagar Kantor DPRD Parepare Dicoret Pengunjuk Rasa, Spiderman Ngamuk

DPRD Sulsel Segera Bentuk Alat Kelengkapan Dewan, Ini Alasannya

Kampung JK Terancam Banjir Bandang, Ini Penjelasan BPBD

Bayangkan saja, puluhan hingga ratusan massa secara mendadak menyerang pemukiman pendatang, termasuk rumah Marna.

Rumahnya yang beralamat di Jl SD Percobaan, dekat kantor Kehutanan Kota Wamena, hangus dibakar massa beserta tiga unit motornya.

"Saya korban, karena nyata-nyata di depan mata saya rumah saya dibakar massa, kendaraan juga habis," kata Marna.

Saat peristiwa mencekam itu terjadi, lanjut Marta, ia berdama suaminya (Firdaus) dan tiga anaknya yang masih berusia 10 tahun ke bawah hanya bisa kabur melarikan diri dari amukan massa yang bringas.

"Saya lempar anakku tiga orang ke kali yang di belakang rumah pas sudah banyak massa teriak dan sudah ada api. Sudah itu saya juga loncat ke kali sama suamiku, karena banyak sekali massa bawa panah," ujarnya.

"Mereka datang melempar, bawa panah lansung siram bensin ke rumah. Jadi kita lari semua, tidak ada bawa apa-apa," lanjutnya.

Beruntung saat loncat ke kali, lanjut Marna, ketinggian air di kali yang tepat di belakang rumahnya hanya setinggi lutut.

FOTO: Pagar Kantor DPRD Parepare Dicoret Pengunjuk Rasa, Spiderman Ngamuk

DPRD Sulsel Segera Bentuk Alat Kelengkapan Dewan, Ini Alasannya

Kampung JK Terancam Banjir Bandang, Ini Penjelasan BPBD

Meski demikian, kata Marna, sang suami (Firdaus) mebgalami cidera pada bagian kaki lantaran terkena pecah beling yang ada di dasar kali.

"Robek telapak kakinya (Firdaus) karena pas lomcat ada pecah beling dia kena, lima jahitan kalau tidak salah," ungkap Marna.

Saat berads di kali, Marna Firdaus dan tiga anaknya yang masih bocah pun menyusuri ujung kali.

"Saya lari bawa anak-anakku sampai ujung kali, tidak lama saya dapat tangga naik di rumah warga. Terus dia tarik saya dan selamatkan saya," papar Marna.

Dari rumah warga yang berbelas kasih itu, Marna dan suaminya serta anak-anaknya pun diarahkan untuk mengungsi di kantor kepolisian setempat.

"Jadi saya mengungsi di Polres Wamena selama satu minggu, di kota Jayapura juga satu minggu, jadi dari Jayapura ke sini (Pelabuhan Soekarno-Hatta) Makassar, "ujarnya yang sudah 12 tahun di Wamena.

Saat hendak ke Makassar, suami pengungsi dengan tujuan daerah asal Tanete, Bulukumba Sulawesi Selatan ini (Firdaus) melimilih tinggal dan kembali ke Wamena.

"Waktu mau kesini (Makassar) petugas bilang Wamena sudah aman, jadi suami saya (Fridaus) tidak ikut. Dia kembali ke Wamena, semoga aman terus di sana," ungkapnya.

Cerita Kota Wamena yang mencekam, juga dialami Liliana Karoni (33), Exodus tujuan Tanah Toraja Sulsel.

Saat menginjakkan kaki di Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar, mata Liliana Karoni tampak berkaca-kaca.

Seolah tidak menyangka, ia berhasil selamat dan kembali mnginjakkan kaki di tanah kelahiran (Sulsel).

Dihampiri sesaat sebelum menuju bus, wanita asal Tana Toraja ini bercerita betapa suasana Kota Wamena begitu mencekam.

Ia mengaku terpaksa harus mengungsi ke Gereja akibat kerusuhan yang bergejolak.

"Saya lari sembunyi ke gereja sama anak dan sepupu-sepupu karena orang-orang sudah teriak orang di hutan sudah sampai di kota," kata warga Jl Irian Kota Wamena ini.

Liliana mengaku sejak 2001 di Kota Wamena, namun baru kali ini melihat suasana kota yang mencekam.

"Saya sekolah di sana Tahun 2001, baru saya lihat itu kota kaya mencekam sekali, banyak mengungsi," ungkapnya.

Kedatangan exodus yang menumpangi kapal Sinabung itu berjumlah 860 orang. Mereka disambut puluhan kelompok relawan, pemerintah dan aparat TNI Polri.(tribun-timur.com).

Laporan wartawan tribun-timur.com, Muslimin Emba.

Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur

Follow akun instagram Tribun Timur:

Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved