Tribun Wiki
Ketua MK Hamdan Zoelva Sebut Mustahil Jokowi Dimakzulkan karena Perppu, Ini Profilnya
Hamdan menghabiskan masa kecil di Desa Parado, sekitar 50 kilometer dari Kota Bima.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Ina Maharani
Di Pemilihan Umum 1999, ia ikut dalam pemilihan calon anggota legislatif dan akhirnya terpilih sebagai anggota DPR mewakili daerah kelahirannya, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Berkat pengalaman organisasinya, ia juga dipercaya menjadi Sekretaris Fraksi PBB di DPR dan kemudian duduk di badan Musyawarah (Bamus) DPR, sekaligus menjadi Wakil Ketua Komisi II DPR bidang Hukum dan Politik.
Posisinya di DPR tersebut menjadikannya terlibat langsung merumuskan berbagai kebijakan negara yang penting dan strategis, termasuk pemilihan calon presiden dan wakil presiden serta proses pemakzulan presiden.
Pada periode 1999-2002, Hamdan menjadi satu-satunya wakil Fraksi PBB di Panitia Ad Hoc (PAH) I MPR yang membidani perubahan Undang-Undang Dasar 1945.
Ia juga menjadi salah satu tokoh yang turut melahirkan MK lewat perannya sebagai anggota Panitia Khusus penyusun Rancangan Undang-Undang MK.
Dalam posisi ini, ia terlibat langsung merumuskan berbagai hal mengenai MK, baik organisasi maupun hukum beracara di MK.
Ia juga terlibat sebagai salah satu anggota DPR yang terlibat dalam uji kelayakan dan kepatutan calon Hakim Konstitusi periode pertama dari unsur DPR.
Karier di Mahkamah Konstitusi
Setelah MK terbentuk, ia bergabung dalam Forum Konstitusi (FK), organisasi yang didirikan para pelaku perubahan UUD 1945, sebagai sekretaris dan bekerja sama dengan MK melakukan sosialisasi dan peningkatan pemahaman tentang UUD 1945 ke berbagai lapisan masyarakat, termasuk lewat buku naskah Komprehensif Perubahan UUD RI 1945 yang diterbitkan MK.
Selain buku tersebut, ia juga menerbitkan buku Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi untuk siswa tingkat SD/Madrasah Ibtidaiyah, SMP/Madrasah Tsanawiyah, dan SMA/Madrasah Aliyah.
Ia juga mengikuti sidang-sidang penting di MK dengan berbagai kedudukan, antara lain mewakili DPR dalam sidang pengujian undang-undang dan berkali-kali menjadi saksi ahli di ruang sidang MK.
Pada tahun 2004, ia bersama Januardi S. Hariwibowo mendirikan kantor hukum Hamdan & Januardi Law Firm, yang ia tutup ketika ia diangkat menjadi hakim konstitusi di awal tahun 2010.
Dengan usia 47 tahun, ia merupakan hakim konstitusi termuda pada periode tersebut.
Selain berhenti menjadi advokat, Hamdan juga meninggalkan semua aktivitas politiknya untuk menghindari konflik kepentingan.
Pada 2015, masa tugasnya berakhir dan digantikan oleh I Dewa Gede Palguna, dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Udayana.