TRIBUNWIKI: Hari Buku Nasional, Yuk Simak Kisah Tua dari Pramoedya Ananta Toer
Untuk memperingati hari tersebut, Tribunwiki akan mengisahkan salah satu tokoh penulis Indonesia yakni Pramoedya Ananta Toer.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Ansar
Katanya, bukan menuntut 'pencabutan', tetapi mengingatkan 'siapa Pramoedya itu'.
Katanya, banyak orang tidak mengetahui 'reputasi gelap' Pram dulu.
Dan pemberian penghargaan Magsaysay dikatakan sebagai suatu kecerobohan.
Tetapi di pihak lain, Mochtar Lubis malah mengancam mengembalikan hadiah Magsaysay yang dianugerahkan padanya pada tahun 1958, jika Pram tetap akan dianugerahkan hadiah yang sama.
Lubis juga mengatakan, HB Jassin pun akan mengembalikan hadiah Magsaysay yang pernah diterimanya. Tetapi, ternyata dalam pemberitaan berikutnya, HB Jassin malah mengatakan yang lain sama sekali dari pernyataan Mochtar Lubis.
Dalam berbagai opini-opininya di media, para penandatangan petisi 26 ini merasa sebagai korban dari keadaan pra-1965.
Dan mereka menuntut pertanggung jawaban Pram, untuk mengakui dan meminta maaf akan segala peran 'tidak terpuji' pada 'masa paling gelap bagi kreativitas' pada zaman Demokrasi Terpimpin.
TRIBUNWIKI - Ramadan Pertama Bersama Anak, Yuk Simak Perjalanan Karier Raisa Andriana
Pram, kata Mochtar Lubis, memimpin penindasan sesama seniman yang tak sepaham dengannya.
Sementara Pramoedya sendiri menilai segala tulisan dan pidatonya pada masa pra-1965 itu tidak lebih dari 'golongan polemik biasa' yang boleh diikuti siapa saja.
Dia menyangkal terlibat dalam pelbagai aksi yang 'kelewat jauh'. Dia juga merasa difitnah, ketika dituduh ikut membakar buku segala.
Bahkan dia menyarankan agar perkaranya dibawa ke pengadilan saja jika memang materi cukup.
Kalau tidak cukup, bawa ke forum terbuka, katanya, tetapi dengan ketentuan saya boleh menjawab dan membela diri, tambahnya.
Semenjak Orde Baru berkuasa, Pramoedya tidak pernah mendapat kebebasan menyuarakan suaranya sendiri, dan telah beberapa kali dirinya diserang dan dikeroyok secara terbuka di koran.
Tetapi dalam pemaparan pelukis Joko Pekik, yang juga pernah menjadi tahanan di Pulau Buru, ia menyebut Pramoedya sebagai 'juru-tulis'.
Pekerjaan juru-tulis yang dimaksud oleh Joko Pekik adalah Pramoedya mendapat 'pekerjaan' dari petugas Pulau Buru sebagai tukang ketiknya mereka.