TRIBUNWIKI: Usai Sudah Dualisme di DPP KNPI, Berikut Sejarah dan Perkembangannya!
TRIBUNWIKI: Usai Sudah Dualisme di DPP KNPI, Berikut Sejarah dan Perkembangannya!
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Arif Fuddin Usman
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Setelah saling mengklaim tentang siapa yang paling berhak atas KNPI, kini perpecahan tersebut berakhir.
Dilansir dari Tribunnews.com, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi langkah kedua Pimpinan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) untuk segera bersatu dan mengakhiri dualisme di tubuh KNPI yang telah berlangsung lama.
Menurut Bambang Soesatyo, dualisme dalam organisasi kepemudaan hanya akan merugikan kaum muda.
Baca: Tingkatkan Kualitas ASN, Pemkab Bulukumba Latih Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE)
Baca: Yuk, Tukar Tambah Handphone Baru di Joy Exchange MTC Karebosi
Demikian disampaikannya usai menerima Ketua KNPI Abdul Aziz yang terpilih pada Kongres KNPI XV di Hotel Borobudur, Jakarta dan Noer Fajrieansyah, Ketua KNPI terpilih Jilid II yang digelar di Bogor, Jawa Barat.
Kedua kubu diterima Ketua DPR RI di ruang kerjanya, Gedung Nusantara III DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (14/01/2019).
“Saya ingin menyampaikan berita gembira bahwa hari ini terjadi upaya peleburan dan penyelesaian awal konflik KNPI yang berlangsung selama 12 tahun.
Keduanya legowo mengedepankan kepentingan bangsa dan negara," ungkap Bamsoet, sapaan akrabnya dalam press conference.
Wadah Pemuda
Legislator Partai Golkar ini menuturkan, sudah saatnya KNPI sebagai wadah organisasi pemuda harus mampu menjadi sarana pemersatu pemuda di Indonesia.
Terlebih lagi, masyarakat akan menghadapi agenda politik besar dalam waktu dekat.
“KNPI tidak boleh hilang, tidak boleh dikatakan tidak ada karena konflik terus.
Baca: Soal Video Dukungan ke Akbar Faisal, Mahasiswa UNM Ancam Demo Rektornya
Baca: Damkar Luwu Timur Peroleh Penghargaan dari Kemendagri, Ini Prestasinya
Saya sebagai Pimpinan DPR, akan terus berusaha menjembatani berbagai kepentingan yang ada," jelas Bamsoet, yang juga senior di KNPI ini.
Bamsoet menambahkan, seperti apa bentuknya nanti setelah peleburan, apakah presidium atau tidak, akan diserahkan sepenuhnya pada masing-masing Ketua Umum terpilih untuk berdiskusi.
"Intinya, konflik harus dihentikan, kita harus bergandengan tangan membangun bangsa ini secara bersama-sama,” terang Bamsoet.

Legislator dapil Jawa Tengah VII juga berpesan, ke depan KNPI mampu melahirkan pemimpin-pemimpin muda. Karenanya kader-kader KNPI harus mampu memanfaatkan jaringan yang didapatkan dari organisasi tersebut, sehingga menjadi motor pembangunan bangsa.
“Hari ini banyak kemajuan yang kita capai. Nah, 5 sampai 10 tahun akan datang, kalianlah yang memegang tampuk kepemimpinan baik di legislatif maupun eksekutif.
Baca: PMI Kecamatan Tanalili Luwu Utara Miliki Markas Baru
Baca: Begini Target Partisipasi Pemilih KPU Makassar di Pemilu 2019,
Pesan saya, manfaatkan ladang pengabdian ini untuk pengabdian lebih besar lagi kepada bangsa ke depan,” dorong Bamsoet.
Senada dengan Bamsoet, kedua Ketua KNPI Abdul Aziz dan Noer Fajriensyah bersedia untuk menyatukan kubu di organisasi tersebut. "Kita sepakat untuk menyatu, sudah saatnya kita kembalikan marwah pemuda bangsa ini untuk negeri tercinta," ujar Fajriensyah.
Sejarah KNPI
Dilansir dari beberapa sumber, Komite Nasional pemuda Indonesia (KNPI) bermula dari kegagalan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) sebagai wadah generasi mahasiswa untuk melanjutkan perannya dalam masa Orde Baru.
Berkurangnya peran KAMI sebagai wadah persatuan dan kesatuan generasi muda mahasiswa menimbulkan situasi tidak menentu dalam melanjutkan peranan kaum muda pada masa berikutnya.
Kaum muda, baik secara individual maupun secara organisasi sulit untuk melakukan gerakan mencapai sasaran bersama ditengah situasi konflik nasional.

Keretakan di tubuh KAMI mulai tumbuh, baik langsung maupun tidak langsung, ketika masing-masing organisasi yang tergabung dalam KAMI seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMKRI (Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia).
Lalu GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) dan PMII (Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia), Organisasi Mahasiswa Lokal (Somal), Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos), Ikatan Mahasiswa Bandung (Imaba), dan Ikatan Mahasiswa Djakarta (Imada), mulai kembali ke akar primordialnya baik secara ideologi maupun politik.
Walaupun afiliasi itu terlalu langsung, pertentangan ideologis antar partai politik tercermin dalam tataran gerakan mahasiswa.
Baca: Tingkatkan Kualitas ASN, Pemkab Bulukumba Latih Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE)
Baca: Sembilan Jam Menjaga Surat Suara Masyarakat Bulukumba dan Sinjai
Namun begitu, satu hal yang masih disadari adalah bahwa peran yang lebih berarti yang dapat dimainkan oleh kaum muda dalam kehidupan bangsa dan negara bisa dilakukan apabila persatuan dan kesatuan sebagai semangat tetap dijiwai kaum muda dan pengejawantahan dalam wujud fisik seperti yang pernah dilakukan KAMI.
Sewaktu melakukan kiprah sendiri-sendiri, pertanyaan-pertanyaan tentang persatuan dan kesatuan pemuda serta perwujudan wajah fisiknya menjadi suatu yang lebih sentral dalam pemikiran kaum muda. Dalam keadaan ini, kaum muda menyadari bahwa diperlukan suatu orientasi baru dalam melihat persoalan bangsa dan negara.
Orientasi Baru
Orientasi baru tersebut akan berorientasi pada pemikiran yang jauh melebihi kelompoknya sendiri, sehingga dapat menjangkau seluruh bangsa di masa kini dan masa yang akan datang.
Masalah ini juga menjadi perhatian kekuatan sosial politik yang tengah tumbuh sebagai suatu gejala dalam kehidupan politik di Indonesia yaitu Golongan Karya (Golkar) sebagai fenomena baru dalam sistem politik di Indonesia.
Median Sirait yang menjabat sebagai Sekretaris Bidang Pemuda dan Pelajar Mahasiswa Cendekiawan dan Wanita (Papelmacenta) Golongan Karya, menyatakan bahwa pembaharuan sosial politik dengan menampilkan ikatan-ikatan baru dengan meninggalkan ikatan lama dan ideologi yang sempit.
Papelmacenta Golkar pada tahun 1970-an memperkenalkan ikatan-ikatan baru di kalangan mahasiswa berupa ikatan kesamaan disiplin ilmu yang sedang dijalani. Ikatan ini kemudian dikenal dengan ikatan mahasiswa profesi.
Sejak itu dikenal dalam kehidupan mahasiswa organisasi-organisasi profesi seperti IMKI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Indonesia), Mafasri (Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia), IMEI (Ikatan Mahasiswa Ekonomi Indonesia), IMPsi ((Ikatan Mahasiswa Psikologi Indonesia), dan lain-lainnya yang keseluruhannya mencapai 14 organisasi mahasiswa profesi.
Baca: LSP3M Gempar Minta Kejari Bantaeng Serius Tangani Dugaan Penyelewengan Dana Koperasi
Baca: Cantiknya Livy Andriany, Caleg NasDem yang Disebut Sekamar saat Andi Arief Ditangkap Nyabu,Faktanya?
Pengaruh Perang Dingin yang berlangsung semenjak berakhirnya Perang Dunia II juga turut mempengaruhi kehidupan kepemudaan dan kemahasiswaan antar bangsa.
Terbentuknya organisasi-organisasi profesi merupakan strategi peredam pengaruh persaingan dua dua kekuatan Perang Dingin, termasuk juga kehidupan kepemudaan dan kemahasiswaan antarbangsa.
World Federation of Democratic Youth
Pada 1972 Uni Sovyet membentuk World Federation of Democratic Youth (WFDY) yang bermarkas di Praha, Cekoslovakia untuk menandingi pengaruh World assembly of Youth (WAY) sebuah badan pemuda internasional Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang banyak dipengaruhi oleh Amerika Serikat.
Kehidupan dunia kepemudaan pada masa setelah kemunduran KAMI memiliki beberapa ciri menarik yang dapat dilihat dari perkembangannya.
Salah satu ciri tersebut adalah bahwa dunia kepemudaan lebih didominasi oleh para mahasiswa. Penyebabnya adalah karena pemimpin-pemimpin organisasi pemuda lebih banyak dipegang oleh para aktivis mahasiswa juga.

Di samping itu, faktor lainnya adalah sikap independensi yang ditampilkan oleh organisasi mahasiswa ikut mendorong pengaruhnya di masyarakat ketimbang organisasi pemuda yang lebih banyak menjadi underbow partai politik.
Dari dialog yang dikembangkan oleh para tokoh KAMI yang diperluas dengan tokoh-tokoh dewan mahasiswa, timbul keinginan untuk mencoba mencari jalan dari kebuntuan untuk melahirkan wadah persatuan dan kesatuan mahasiswa.
Salah satu upaya perwujudan dari usaha tersebut adalah lahirnya gagasan untuk menyelenggarakan suatu mausyawarah nasional mahasiswa Indonesia. Hasrat lama yang tumbuh di kalangan mahasiswa sejak 1960-an dicoba kembali untuk diwujudkan secara nyata.
Baca: Rentenir Merajalela di Sulsel, Akademisi: Masyarakat Ingin Proses Pinjaman Cepat
Baca: Anda Bisa Bikin Jatuh Cinta Putri Pengusaha Ini? Ganjarannya 10 Mobil, 1 Rumah, dan Rp 4,4 M
Munas mahasiswa yang berlangsung di Bogor 14-21 Desember 1970 mengarah pada pembentukan wadah persatuan nasional atau populer dengan istilah Nation Union of Students (NUS).
Namun, kesepakatan pembentukan NUS gagal tercapai. Kegagalan ini disebabkan oleh adanya presepsi yang sama mengenai bentuk dan format yang jelas tentang organisasi yang akan dibentuk dan juga disebabkan oleh adanya rasa saling curiga antar organisasi ekstra universitas.
Golkar yang menjadi kekuatan politik utama Orde Baru segera melakukan pendekatan yang dilakukan oleh Median Sirait (sekjend Papelmacenta), Abdul Gafur (kemudian menjadi Menteri pemuda dan Olahraga) serta David Napitupulu terhadap organisasi kemahasiswaan untuk mensosialisasikan gagasan pembentukan wadah kepemudaan tingkat nasional.
Perundingan dilakukan sebagai penjajagan yang lebih konkret dimulai dengan pertemuan-pertemuan informal secara bilateral antara Sekretaris Papelmacenta dengan Ketua GMNI Suryadi, Ketua HMI Akbar Tandjung, dan pimpinan organisasi mahasiswa lainnya seperti PMII, PMKRI, GMKI yang saat itu tergabung dalam kelompok Cipayung.
Pendekatan terhadap organisasi kepemudaan dilakukan sama seperti yang telah dilakukan terhadap organisasi kemahasiswaan.
Pertemuan ini antara lain dilakukan dengan GPM (Gerakan Pemuda Marhaen), GP Anshor, dan lain-pain. Pertemuan bulan Mei, Juni dan Juli dilakukan secara kontinyu, dan praktis merupakan peyeragaman visi tentang urgensi wadah nasional yang akan dibentuk.
Pada 23 Juli 1973, KNPI dideklarasikan dengan David Napitupulu sebagai ketua umum pertama.
Dalam sambutannya ia mengatakan bahwa KNPI berbeda dengan bentuk organisasi pemuda yang dikenal sebelumnya, seperti Front Pemuda yang bersifat federasi yang anggotanya terdiri dari ormas-ormas pemuda, Komite ini tidak mengenal keanggotaan ormas, oleh karena itu Komite ini bukanlah suatu federasi.
Dengan memberanikan diri menampilkan tokoh-tokoh eksponen pemuda yang bersumber dari semua ormas-ormas pemuda yang ada di tingkat nasional sebagai orang yang dipercaya sebagai pemimpin KNPI ini, maka tidak berlebihan kalau KNPI akan mempunyai resonansi di masyarakat, khususnya di kalangan pemuda.
Melihat sejarahnya, berdirinya KNPI merupakan bagian dari strategi Orde Baru dalam rangka membangun korporatisme negara.
Usaha ini dilakukan dalam rangka penegaraan berbagai kegiatan organisasi kemasyarakatan dan privatisasi beberapa urusan kenegaraan.
Dengan kata lain, korporatisme negara adalah suatu sistem perwakilan kepentingan yang melibatkan pemerintah secara aktif dalam pengorganisasian kelompok kepentingan sehingga kelompok-kelompok kepentingan itu terlibat dalam perumusan kebijakan umum. Segera saja, setelah KNPI dibentuk, organisasi ini menjadi pengawal kebijakan pemerintah Orde Baru di bidang kepemudaan dan kemahasiswaan.
Eksistensi KNPI berlangsung cukup lama sampai lembaga ini kembali? digugat? setelah tumbangnya rezim Orde Baru pada Mei 1998 dengan munculnya banyak wacana mengenai pembubarannya. Dalam banyak hal, KNPI bukanlah representasi organisasi kepemudaan yang kritis yang hadir untuk memberikan tanggapan atas disparitas ekonomi, budaya, sosial dan politik pada saat itu, melainkan malah menjadi garda depan yang ikut serta melanggengkan rezim.
Tuntutan pembubaran KNPI bisa dilacak dan diuraikan dalam penjelasan berikut; pertama, kelahiran KNPI merupakan by design yang diinisiasi kekuasaan dan bukan genuin yang digagas dan dipelopori oleh para pemuda. Dalam konteks seperti ini, otentisitas/kemurnian KNPI yang akan memperjuangkan peran pemuda menjadi nihil.
Karena sifatnya yang by design, yang terjadi adalah KNPI menjadi pelayan dan kepanjangan tangan si pembuat desain, dalam hal ini rezim Orde Baru. Kedua, dalam perjalanannya KNPI tidak lebih dari sekedar alat dan distribusi kekuasaan.
Tidak dimungkiri bahwa KNPI telah menjadi elan vital dan resources politik yang strategis bagi pemerintahan Soeharto dengan manjadikan Golkar dalam proses pengkaderan sekaligus bamper politiknya. Realitas ini dapat diamati dari para tokoh KNPI yang kemudian menjadi anggota legislatif dan menteri pada pemerintahan Soeharto.
Ketiga, KNPI menjadi medan magnet bagi ?perkelahian? untuk memperebutkan struktur organisasinya sebagai jalan untuk meretas karir di bidang politik bagi elemen-elemen Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang terlibat didalamnya.
Karena itu KNPI lebih memperlihatkan watak sebagai organisasi kepemudaan yang pragmatis, miskin gagasan, dan kering nilai. Kondisi ini dimungkinkan karena memang struktur kekuasaan an-sich mengakui KNPI sebagai satu-satunya organisasi kepemudaan yang sah dan diakui.
Reformasi 1998 telah mengkoreksi hampir seluruh peran KNPI selama ini. Idrus Marham yang terpilih sebagai Ketua Umum pada era Reformasi mewacanakan rejuvenasi KNPI atau penyegaran kembali peran KNPI di tengah realitas politik nasional.
Rejuvenasi dilakukan tak lain karena situasi dan kondisi atau realitas obyektif internal dan eksternal yang dihadapi oleh KNPI telah mengalami perubahan signifikan dan mendasar dibanding yang dialami pada Orde Baru.
Rejuvenasi ini akhirnya memaksa KNPI untuk independen dan kembali memposisikan pemuda sebagai mitra kritis pemerintah. Dengan visi baru ini, di era reformasi eksistensi KNPI tetap dipertahankan.
Era reformasi yang memberikan kebebasan politik masyarakat ternyata menggiurkan kaum muda untuk terlibat langsung pada kepentingan politik partai.
Ketua Umum KNPI Hasanuddin Yusuf yang mendirikan PPI (Partai Pemuda Indonesia) dituntut mundur oleh sebagian besar anggota KNPI yang terdiri dari ormas pemuda dan mahasiswa, sebab hal ini bisa membawa KNPI dan pemuda yang tergabung di dalamnya tidak independen dan rentan dengan kepentingan partai politik.
Apalagi posisi ketua umum yang langsung menjadi ketua umum partai politik dinilai makin mempersulit pemuda di tengah perannya sebagai salah satu entitas yang netral di masyarakat.
Tuntutan ini mundur ketua umum KNPI menimbulkan perpecahan di tubuh KNPI. Kongres KNPI ke-12 akhirnya berlangsung di dua kubu yang berbeda, pertama kubu yang tetap menolak pemecatan ketua umum mengadakan kongres di Jakarta pada 25-28 Oktober 2008, sementara kongres lainnya berlangsung di Bali pada 28 Oktober-2 November 2008.
Dualisme kepemimpinan KNPI ini makin mempersulit langkah dan geraknya dalam mewujudkan perannya di tengah masyarakat. Namun, banyak kalangan menilai dualisme ini akan segera berakhir sebab pertemuan antara dua kubu ini terus dilakukan.
Pokok-pokok pikiran yang dibentangkan diatas nampaknya menarik untuk diteliti, selama 35 tahun, fenomena ini muncul dalam sejarah pergerakan sosial-politik kaum muda. Nampaknya dinamika ini akan terus berlanjut sebagaimana terlihat pada pembagasan-pembahasan pada penelitian ini. (*)