Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Guru Dipecat

Waka DPRD Sulsel: Nama Dua Guru Lutra Harus Direhabilitasi, Hak Mereka Wajib Dikembalikan

Wakil Ketua (Waka) DPRD Sulsel, Fauzi Andi Wawo prihatin terhadap kasus pemecatan dua guru SMA di Luwu Utara (Lutra).

|
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Muh Hasim Arfah
tribun timur/Erlan saputra
DPRD SULSEL PRIHATIN- Wakil Ketua DPRD Sulsel Fauzi Andi Wawo usai hadiri RDP di Kantor Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Sulsel, Jl AP Pettarani Makassar, Rabu (12/11/2025) siang. Ia memastikan akan kawal nasib guru SMA di Lutra yang diberhentikan. 
Ringkasan Berita:

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Wakil Ketua (Waka) DPRD Sulsel, Fauzi Andi Wawo prihatin terhadap kasus pemecatan dua guru SMA di Luwu Utara (Lutra).

Dua guru tersebut sama-sama mengajar di SMA Negeri 1 Lutra.

Keduanya, Abdul Muis dan Rasnal.

Mereka pun mengadukan nasib ke DPRD Sulsel usai diberhentikan secara tidak hormat (PTDH).

Fauzi Andi Wawo menilai dua guru ini menjadi korban kriminalisasi.

Hal itu disampaikan Fauzi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Sulsel, Kantor Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Sulsel, Rabu (12/11/2025) siang.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menegaskan, pihaknya tidak akan tinggal diam dan siap mengawal kasus tersebut hingga tuntas.

Baca juga: Buntut Dua Guru SMA Dipecat, Politisi Gerindra Minta Inspektorat Lutra Disanksi Hukum

Kendati demikian, ia menyayangkan karena terlambat mengetahui persoalan ini. 

"Seandainya sejak awal kami sudah mendapatkan informasi, mungkin kami bisa berbuat lebih banyak,” kata Fauzi.

Meski terlambat turun tangan, Fauzi mengambil sikap yang tegas.

Ia membela dua guru tersebut dan memperjuangkan pemulihan nama baik serta hak-hak mereka.

“Namun yang pasti, kami sangat simpati terhadap kejadian ini. Kami peduli terhadap guru. Insyaallah, DPRD Sulsel akan mengeluarkan rekomendasi untuk merehabilitasi nama Bapak dan mengembalikan semua hak-hak Bapak selama persoalan ini terjadi,” tegasnya.

Fauzi menegaskan, pengawalan tidak berhenti pada rekomendasi semata.

Tetapi berlanjut hingga ada keputusan terbaik bagi keduanya.

“Kami juga akan terus mengawal bapak berdua sampai ada keputusan terbaik atas masalah ini,” ujar Fauzi. 

Fauzi juga menyampaikan, Gubernur Sulsel Andi Sudirman turut memantau perkembangan persoalan ini. 

Andi Sudirman diklaim telah memerintahkan jajarannya untuk mengambil langkah konkret membantu kedua korban pemecatan tersebut.

Selain itu, Fauzi memberikan penekanan khusus kepada media agar tidak membiarkan kasus ketidakadilan ini berlalu begitu saja.

“Kepada sahabat-sahabat saya di komisi, penting untuk menggambarkan ketidakadilan yang terjadi," tegasnya. 

Karena itu, ia memohon kepada semua pihak agar mengabarkan hal ini.

Tujuannya supaya semua orang tahu bahwa ada proses hukum yang dipengaruhi oleh intervensi luar biasa. 

"Kita tidak boleh diam menghadapi hal seperti ini,” tegasnya.

Peringatan keras juga dilayangkan kepada Inspektorat Sulsel agar memastikan kasus serupa tidak terulang di masa depan.

“Kepada teman-teman di Inspektorat Provinsi, tolong perhatikan. Jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi di Sulawesi Selatan. Tidak boleh ada lagi peristiwa serupa,” ucapnya.

Fauzi juga mengingatkan seluruh ASN agar tidak takut menyampaikan aspirasi jika mengalami ketidakadilan. 

Menurutnya, DPRD Sulsel siap menjadi ruang aduan sekaligus pelindung.

“Jika kami tidak turun tangan, itu karena kami tidak tahu. Tapi kalau kami tahu, pasti kami akan peduli, karena itu adalah tugas dan tanggung jawab kami," katanya


Kronologi Pemecatan Dua Guru SMAN 1 Lutra

Kedua guru tersebut sebelumnya di PTDH setelah putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan mereka bersalah karena memungut dana sebesar Rp20 ribu dari peserta didik.

Uang itu dipergunakan untuk membayar gaji para honorer yang tidak terbayarkan selama beberapa bulan.

Keterlambatan gaji itu sebelum Rasnal menjadi Kepal Sekolah di SMA 1 Luwu Utara.

Abdul Muis menjelaskan, kasus yang menjerat dirinya berawal dari kesepakatan antara orangtua siswa dan pihak sekolah melalui rapat resmi bersama Ketua Komite Sekolah. 

Dalam rapat tersebut, disepakati adanya sumbangan sukarela sebesar Rp20 ribu per bulan untuk kebutuhan sekolah.

“Kesepakatan itu dibuat dalam rapat resmi dan murni berdasarkan pertimbangan orang tua siswa. Tidak ada paksaan sama sekali,” katanya saat RDP.

Menurutnya, siswa yang tidak mampu dibebaskan dari iuran. Bagi yang memiliki saudara di sekolah yang sama, cukup satu yang membayar. 

Bahkan siswa yang belum sempat membayar tetap diizinkan mengikuti ujian semester dan dinyatakan lulus.

“Tidak ada siswa yang dikeluarkan atau tidak ikut ujian karena tidak bayar. Artinya, tidak ada unsur paksaan,” ujarnya.

Namun, pembayaran tersebut oleh pihak kepolisian dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli) karena dinilai memiliki jumlah dan waktu yang ditetapkan.

“Padahal ini murni sumbangan orang tua, bukan pungli,” ungkapnya.

Abdul Muis juga menyoroti hasil pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Lutra yang menyebut adanya kerugian negara. 

Menurutnya, tuduhan itu tidak berdasar.

“Saya sempat tanya ke pemeriksa dari Inspektorat, apa hubungannya sumbangan orang tua dengan kerugian negara? Tapi jawabannya tidak jelas. Katanya hanya menjalankan tugas,” kata dia.

Abdul Muis menambahkan, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Makassar dirinya dinyatakan lepas, bukan bebas.

“Kalau bebas berarti tidak terbukti berbuat, tapi kalau lepas itu terbukti berbuat namun tidak termasuk pidana. Itu artinya tidak ada unsur korupsi,” jelasnya.

Namun, pada tingkat kasasi, ia kembali divonis bersalah dengan tuduhan menerima gratifikasi.

Dasar tuduhan tersebut, katanya, karena adanya insentif bagi guru yang menjalankan tugas tambahan seperti wali kelas, pengelola laboratorium, dan wakil kepala sekolah.

“Padahal itu tidak pernah dibahas di persidangan sebelumnya. Tidak ada juga klausul yang menyebut saya harus dipecat,” ujarnya.

Kasus tersebut membuat Abdul Muis dijatuhi hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan.

Ia dan rekannya, Rasnal, kini berupaya mencari keadilan melalui DPRD Sulsel serta berencana menempuh Peninjauan Kembali (PK) atas putusan tersebut.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved