Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pemkot Palopo

Wali Kota Palopo Atur Ulang Mekanisme SP2D, DPRD Ingatkan Risiko Hukum

Wali Kota Palopo terbitkan surat edaran baru soal SP2D. DPRD menilai sentralistik dan berpotensi timbulkan masalah hukum.

Pemkot Palopo/
PEMKOT PALOPO - Kolase surat edaran terkait mekanisme pengajuan pembayaran dalam penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan Wali Kota Palopo, Naili. DPRD menilai sentralistik dan berpotensi timbulkan masalah hukum. 

TRIBUN-TIMUR.COM, PALOPOWali Kota Palopo, Naili, menerbitkan surat edaran terkait mekanisme pengajuan pembayaran dalam penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).

Surat ditandatangani secara digital oleh Wali Kota itu memuat empat poin mekanisme baru terkait persetujuan permohonan Surat Perintah Membayar (SPM) dari perangkat daerah.

Pengguna anggaran wajib mengajukan permintaan pembayaran belanja dengan melampirkan subkegiatan, rekening, nilai belanja, dan sumber dana sebelum menerbitkan SPM ke Bendahara Umum Daerah (BUD).

Selanjutnya, BUD harus meminta persetujuan atas permohonan pembayaran tersebut kepada Wali Kota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah.

Perangkat daerah dapat menerbitkan SPM setelah menerima surat persetujuan dari BUD yang telah disetujui Wali Kota.

Surat edaran ini berlaku sejak 26 September 2025 dan menjadi pedoman bagi seluruh perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Palopo.

Wakil Wali Kota Palopo, Akhmad Syarifuddin, menyebut kebijakan ini bertujuan agar seluruh OPD tertib anggaran.

Ia menambahkan, pengawasan langsung dari Wali Kota dilakukan agar OPD tidak sembarang belanja dan tidak menimbulkan utang baru.

"Surat edaran yang mewajibkan setiap pengeluaran anggaran diketahui wali kota semata-mata untuk meminimalisir belanja yang tidak bermanfaat atau tidak urgen di OPD," ujar Akhmad Syarifudin, Selasa (14/10/2025).

Menanggapi kebijakan tersebut, Wakil Ketua DPRD Palopo, Alfri Jamil, menyebut surat edaran itu muncul di tengah rendahnya realisasi anggaran 2025.

“Berdasarkan evaluasi APBD Perubahan kemarin, laporan realisasi anggaran 2025 serapannya sangat rendah. Tim evaluasi BAKD Provinsi bahkan menyarankan pemerintah memberi kewenangan kepada BUD untuk memproses keuangan, termasuk penerbitan SP2D dan SPM,” jelas Alfri Jamil saat dihubungi.

Menurut Alfri, pengendalian oleh kepala daerah sah dilakukan demi tertib anggaran. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak menyalahi alur administrasi pengelolaan keuangan daerah.

“Kepala daerah berhak mengontrol capaian kegiatan setiap OPD. Dalam hal tertib anggaran, kami mendukung. Tapi dalam tata kelola keuangan, harus tetap sesuai proses administrasi yang berlaku,” ujarnya.

Ia menegaskan, DPRD melalui fungsi pengawasan akan terus memantau kebijakan eksekutif agar tidak menyimpang dari ketentuan hukum.

“DPRD hanya mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam mengambil kebijakan yang berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari,” tegasnya.

Lebih lanjut, Alfri menilai surat edaran tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan justru dapat memperlambat realisasi anggaran.

“Legal standing surat edaran itu menurut kami di DPRD tidak ada. Akibatnya serapan anggaran bisa semakin kecil karena prosesnya menjadi sentralistik, padahal hal teknis seperti ini seharusnya menjadi kewenangan BUD,” tutupnya. (*)

 

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved