Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

BBM Langka di Sulsel

Nelayan di Palopo Tak Terdampak Kelangkaan BBM Berkat Surat Rekomendasi Pemkot

Mereka tetap bisa mengakses BBM dengan lancar berkat surat rekomendasi resmi dari Dinas Perikanan Kota Palopo.

Penulis: Andi Bunayya Nandini | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM/Andi Bunayya Nandini
NELAYAN PALOPO - Sejumlah perahu serta bagang tampak tidak berlayar dan memilih bersandar di sekitar Pelabuhan Tanjung Ringgit Palopo, Selasa (7/10/2025). Nelayan mengaku tak kesulitan mendapat BBM untuk melaut karena adanya rekomendasi dari Dinas Perikanan Kota Palopo. 

Ia menuturkan, penumpang kerap mengeluh saat angkot lama menunggu di SPBU. Demi kenyamanan mereka, Daeng Tawang akhirnya memilih membeli Pertamax meski lebih mahal.

“Terpaksa beli Pertamax Rp50 ribu, karena penumpang biasa mengeluh kepanasan menunggu,” sebutnya.

Dalam sehari, Daeng Tawang membutuhkan sekitar 10 liter bahan bakar untuk beroperasi. Jika menggunakan Pertalite, biaya operasionalnya sekitar Rp100 ribu per hari.

Namun bila memakai Pertamax seharga Rp12.800 per liter, ia harus menambah biaya hingga Rp128 ribu per hari.

“Kalau biasa saya bawa pulang Rp150 ribu kotor, sudah dipotong bensin Rp100 ribu, berarti sisa Rp50 ribu. Tapi kalau pakai Pertamax, sisa cuma Rp30 sampai Rp40 ribu,” ungkap warga Jl Mannuruki ini.

Pria yang telah 35 tahun menjadi sopir angkot itu berharap pemerintah segera mencari solusi agar antrean panjang di SPBU tidak terus terjadi.

Hal serupa disampaikan Anto (40), sopir pete-pete rute yang sama. Ia mengaku sering menunggu hingga 15 menit untuk mengisi Pertalite. “Biasa menunggu sampai 15 menit, tentu menyita waktu dan merugikan,” ujarnya.

Menurut Anto, antrean panjang ini sudah terjadi sekitar sepekan terakhir dan hampir di semua SPBU di Makassar. “Hampir di semua SPBU biasa panjang antrean,” katanya.

Ia pun mengaku kerap mendapat protes dari penumpang yang kepanasan menunggu di dalam angkot.

“Kadang ada yang marah-marah, tapi mau bagaimana lagi. Tidak sampai turun, cuma terlihat menyesal naik angkot,” ujarnya.

Anto menduga antrean panjang disebabkan oleh sistem barcode yang diterapkan di setiap pengisian.

“Kalau saya lihat, biasanya gara-gara barcode itu lambat,” katanya. (*)

 

 

 


 
 

Sumber: Tribun Timur
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved