Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Pidana Mati di Indonesia: Antara Keadilan dan Kemanusiaan

Menurut laporan Hukuman Mati dan Eksekusi 2024 dari Amnesty International, terdapat 1. 518 eksekusi yang dilaksanakan di seluruh dunia.

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - M Susilo Ihlasul Ashar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin 

Meskipun hukuman mati di Indonesia belum secara resmi dihapuskan, negara ini tidak melaksanakan eksekusi sejak tahun 2016.

Namun, pada praktiknya, pada tahun 2024, pengadilan masih memberikan sekitar 85 vonis mati untuk 85 terdakwa; 64 di antaranya terkait kasus narkoba dan 21 dalam kasus pembunuhan.

Pada kuartal pertama tahun 2025, sebanyak 21 hukuman mati dijatuhkan. Kondisi ini menunjukkan adanya kontradiksi dalam kebijakan di mana Indonesia tampaknya menghentikan pelaksanaan eksekusi namun tetap memberikan hukuman mati.

Jika kita merujuk pada konstitusi negara, khususnya pada Pasal 28A UUD 1945, yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak untuk hidup dan memiliki hak untuk melindungi kehidupannya”.

Hal ini tentunya membuktikan bahwa hukuman mati tidak seharusnya dilaksanakan lagi karena setiap individu berhak atas kehidupan.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia saat ini sedang menyusun RUU terkait prosedur pelaksanaan hukuman mati, sebagai tindak lanjut dari KUHP baru yang akan berlaku pada 2 Januari 2026.

Rancangan tersebut menetapkan masa percobaan selama 10 tahun di mana terpidana dapat menunjukkan penyesalan dan kemungkinan rehabilitasi alih-alih langsung menjalani hukuman mati.

Akan tetapi dalam pelaksanaan eksekusi terpidana mati melalui regu tembak yang melaksanakan hukuman mati di Indonesia berdasarkan keputusan jaksa, eksekusi biasanya dilakukan di tempat terpencil dan tertutup bagi masyarakat umum yang biasanya dilaksanakan pada pagi hari.

Dalam pelaksanaannya regu tembak tersebut terdiri dari dua belas penembak yang menembakkan senjata ke arah jantung korban dengan adanya beberapa peluru dipenuhi kosong untuk menyamarkan identitas penembak yang melesatkan peluru yang mematikan.

Meskipun demikian, eksekusi tersebut tentu saja sifatnya tertutup dan kurang transparansi serta tidak adanya pengumuman waktu eksekusi yang jelas. Hal ini tentu saja membuat masyarakat skeptis sebab ketidaktransparan dari eksekusi tersebut.

Tentu saja pembuatan rancangan undang-undang tersebut juga seharusnya mengikuti perkembangan bagaimana masyarakat saat ini yang dimana tidak ada yang bisa membuktikan bahwa kejahatan bisa berkurang melalui adanya eksekusi pidana mati.

Berdasarkan ketentuan UUD 1945 dan UU HAM, hukuman mati dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang terdalam yakni hak untuk hidup dan tidak ada satupun manusia di dunia ini mempunyai hak untuk mengakhiri hidup manusia lainnya meskipun atas nama hukum atau negara.

Apalagi Pelaksanaan Pidana Mati Pasca Reformasi Dari Perspektif Hak Asasi Manusia, Indonesia menganut dasar falsafah Pancasila yang dimana sangat menghormati harkat dan martabat serta berkeTuhanan, maksudnya yakni bahwa hanya Tuhan lah yang paling berhak untuk mengakhiri hidup seorang manusia.

Selain itu terdapat banyak pendapat yang mengatakan bahwa hukuman mati merupakan bentuk keputusasaan dari pemerintah dalam mencegah dan melakukan langkah preventif terhadap kejahatan.

Pidana mati sering kali dianggap sebagai upaya simbolis pemerintah untuk menunjukkan simpati kepada korban, meskipun hal ini sebenarnya mencerminkan kegagalan dalam mencegah kejahatan sejak awal.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved