Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Reorientasi Makna Pendidikan di Era Digital, Saatnya Pembelajaran Berpihak pada Manusia

apakah pendidikan kita semakin memanusiakan manusia, atau justru menjadikan siswa sekadar objek dari sistem yang serba mekanis dan berorientasi hasil?

Editor: Muh. Abdiwan
TRIBUN-TIMUR.COM/MUHAMMAD ABDIWAN
Hijrah Basri - Mahasiswa Pasca Sarjana. Universitas Muhammadiyah Malang 

Guru yang seharusnya menjadi aktor utama dalam menciptakan pembelajaran yang kreatif, reflektif, dan bermakna, justru sering kali tersandera oleh beban pelaporan. Setiap aktivitas belajar harus dibuktikan dengan data kuantitatif, setiap inovasi harus diukur dalam tabel indikator. Akibatnya, ruang eksperimentasi dan kebebasan pedagogis semakin menyempit. Padahal, pendidikan yang merdeka semestinya memberi ruang bagi kegagalan yang produktif tempat di mana guru dan siswa sama-sama belajar dari proses, bukan hanya dari hasil.

Merdeka Belajar bukan tentang format baru RPP atau sistem asesmen yang lebih rumit. Ia adalah ajakan untuk kembali pada hakikat pendidikan: membentuk manusia yang berpikir kritis, berkarakter, dan berdaya cipta. Ketika guru diberi kepercayaan dan keleluasaan untuk menafsirkan kebijakan sesuai konteks kelasnya, di situlah esensi kemerdekaan berpikir tumbuh. Sebaliknya, jika setiap langkah guru masih diawasi oleh instrumen administratif yang kaku, maka Merdeka Belajar hanya menjadi slogan tanpa ruh.

Sudah saatnya kebijakan pendidikan memberi ruang lebih besar bagi kepercayaan dan refleksi guru. Administrasi memang penting, tetapi jangan sampai ia menjadi dinding yang memisahkan guru dari kreativitasnya. Merdeka Belajar akan menemukan maknanya yang sejati ketika guru tak lagi sibuk “membuktikan” kerja mereka di atas kertas, tetapi mampu “menunjukkan” perubahan nyata di ruang kelas melalui semangat belajar yang hidup, inspiratif, dan merdeka.

Di sinilah pentingnya dukungan nyata dari pemerintah dan lembaga pendidikan. Pelatihan guru hendaknya tidak hanya berfokus pada keterampilan teknis mengoperasikan platform digital, tetapi juga pada penguatan kapasitas reflektif dan pedagogis. Guru perlu diposisikan bukan sebagai pelaksana kebijakan, melainkan sebagai pemikir dan perancang pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa (Sinal, 2024).

Membangun Pembelajaran Humanis di Era Digital

Digitalisasi pendidikan akan membawa manfaat besar jika tetap berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan. Pembelajaran humanis menempatkan siswa sebagai subjek yang aktif, bukan objek yang pasif. Guru berperan sebagai fasilitator dan pendamping yang membimbing proses berpikir siswa, bukan sekadar pemberi informasi.

Di tengah derasnya arus digitalisasi pendidikan, pendekatan reflektif berbasis teknologi menawarkan harapan baru bagi dunia belajar yang lebih manusiawi. Teknologi tidak lagi sekadar alat bantu, tetapi jembatan antara kesadaran diri dan proses belajar yang bermakna. Melalui media seperti learning journal digital, siswa diajak untuk berhenti sejenak dari rutinitas akademik dan menuliskan refleksi pribadi—apa yang mereka pelajari, rasakan, dan maknai dari setiap proses pembelajaran.

Guru pun tak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan, melainkan rekan dialog yang menanggapi refleksi siswa dengan empati dan rasa ingin tahu. Proses ini menghadirkan hubungan yang lebih autentik di ruang belajar: bukan sekadar “guru mengajar dan siswa menerima”, melainkan dua individu yang saling belajar dan saling memahami. Dari sinilah tumbuh kesadaran baru bahwa belajar sejati tidak hanya tentang nilai, tetapi tentang bagaimana seseorang mengenali dirinya sebagai pembelajar sepanjang hayat.

Lebih dari itu, teknologi memberi ruang bagi kreativitas untuk tumbuh tanpa batas. Forum diskusi daring, podcast pembelajaran, hingga proyek digital kolaboratif mengubah wajah pembelajaran menjadi lebih partisipatif dan inklusif. Siswa merasa memiliki kendali atas proses belajar mereka sendiri. Mereka bukan lagi objek pendidikan, melainkan subjek yang berdaya—yang belajar bukan karena disuruh, tetapi karena ingin tahu dan ingin tumbuh.

Namun, refleksi digital tidak akan bermakna tanpa pendampingan yang bijak. Guru perlu menanamkan etika digital, empati komunikasi, dan kedisiplinan reflektif agar teknologi benar-benar menjadi ruang tumbuh, bukan sekadar tren. Dengan keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab, refleksi berbasis teknologi dapat menjadi sarana membangun generasi pembelajar yang berpikir kritis, berjiwa reflektif, dan tetap berakar pada nilai-nilai kemanusiaan. Refleksi digital bukan hanya tentang menggunakan teknologi untuk belajar, tetapi tentang menggunakan belajar untuk menjadi manusia yang lebih sadar dan bijak.

Konsep deep learning yang dikembangkan dalam konteks pendidikan modern menekankan pemahaman mendalam, bukan hafalan dangkal (Braun & Clarke, 2021). Dalam hal ini, teknologi harus digunakan untuk memperluas wawasan, bukan mempercepat proses tanpa makna. Pembelajaran yang mengutamakan refleksi, diskusi, dan kolaborasi akan menghasilkan lulusan yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang secara emosional dan sosial.

Penutup

Pendidikan di era digital menuntut reorientasi makna yang mendalam. Teknologi tidak boleh menjadi pusat dari pembelajaran, melainkan alat untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan. Kebijakan Merdeka Belajar sudah berada di jalur yang benar, namun implementasinya harus terus dikawal agar tidak kehilangan arah. Guru perlu diberdayakan sebagai aktor utama perubahan, sementara siswa harus diberikan ruang untuk menjadi pembelajar otonom yang kritis dan reflektif.

Makna sejati pendidikan bukan terletak pada seberapa canggih perangkat yang digunakan, tetapi seberapa besar pendidikan mampu menumbuhkan manusia yang berpikir, berempati, dan berdaya. Di tengah derasnya arus digitalisasi, tugas terbesar dunia pendidikan adalah memastikan bahwa teknologi tidak menggantikan kemanusiaan, melainkan memperkuatnya.

Halaman 2/2
Tags
Opini
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved