Opini
Pelecehan di Balik Kekuasaan
Dua atasan PT Transjakarta dilaporkan telah melakukan pelecehan terhadap tiga karyawannya.
Ketika lembaga gagal melindungi korban, maka yang rusak bukan hanya nama baik instansi, tetapi juga kepercayaan publik terhadap seluruh sistem birokrasi.
Dalam teori kepemimpinan publik modern, integritas menjadi inti dari legitimasi kekuasaan.
Kepemimpinan tanpa etika hanya akan melahirkan kepatuhan semu, bukan kepercayaan.
Bawahan mematuhi perintah atasan hanya karena takut akan konsekuensi negatif, bukan karena mereka percaya atau menghormati atasan mereka.
Di sinilah seharusnya pemerintah dan lembaga publik melakukan introspeksi.
Pelecehan seksual bukan semata pelanggaran moral, tetapi merupakan suatu kegagalan dalam tata kelola pemerintahan
(governance failure).
Reformasi birokrasi yang selama ini diagung-agungkan belum sepenuhnya menyentuh dimensi etika personal dan perilaku pemimpin publik.
Kita telah sibuk memperbaiki sistem penggajian, indikator kinerja, dan layanan publik digital, tetapi lupa membangun kesadaran moral di dalamnya.
Padahal, sebesar apa pun kemajuan teknologi dan inovasi administrasi, semua itu akan runtuh bila pemimpinnya kehilangan integritas.
Oleh karena itu, setiap lembaga publik, apapun bentuknya, perlu memiliki zero tolerance policy terhadap pelecehan seksual. Mekanisme pelaporan harus jelas, berpihak kepada korban, dan dikelola oleh unit independen.
Pendidikan dan pelatihan etika publik wajib menjadi bagian dari pengembangan kompetensi setiap ASN.
Pemimpin publik harus menandatangani pakta integritas yang mencakup perilaku pribadi, bukan hanya tanggung jawab secara administratif.
Lebih dari itu, keberanian menegakkan akuntabilitas menjadi kunci. Pemimpin publik yang terbukti melakukan pelecehan seksual harus diberi sanksi yang tegas seperti pemecatan dan diproses hukum secara transparan.
Ketegasan ini bukan sekadar hukuman, tetapi bentuk pembelajaran moral bagi seluruh aparatur dan sinyal kuat bagi masyarakat bahwa jabatan publik tidak kebal terhadap hukum dan etika.
Kita semua tentu berharap kasus-kasus seperti ini menjadi titik balik lahirnya kesadaran baru dalam kepemimpinan publik di Indonesia.
| Ulama yang Digantikan Mesin: Krisis Otoritas dan Nalar Islam di Era AI |
|
|---|
| Paradigma Baru Undang-undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan |
|
|---|
| Bagaimana Komunikasi Jadi Senjata |
|
|---|
| Kampus Unggulan Terpusat di Jawa, tapi SDM di Daerah Kaya Nikel dan Gas Tertinggal |
|
|---|
| Ketika Negara Memberi Trauma |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/OPINI-Hafiz-Elfiansya-Parawu.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.