Opini
Siapa Penemu Benua Australia? James Cook atau Pelaut Makassar?
Kebanyakan sejarawan memulai kisah mereka dari catatan Eropa — arsip VOC, jurnal kolonial, dan peta Inggris.
Tidak ada kapal perang, tidak ada penjajahan — hanya pertukaran barang, bahasa, dan rasa ingin tahu.
Jejak perahu Makassar masih terlihat di lukisan batu Arnhem Land, dan dalam bahasa lokal mereka, kata balanda (untuk orang kulit putih) berasal dari istilah Makassar untuk Belanda.
Kata-kata itu menjadi bukti bahwa bahasa bisa berlayar lebih jauh daripada kapal.
Bagi saya, ini bukan hanya soal sejarah perdagangan, tetapi tentang hubungan antarmanusia yang lahir dari laut.
Laut Arafuru bukan batas, melainkan jembatan — ruang di mana identitas tidak ditentukan oleh daratan, melainkan oleh perjalanan.
Membangun Kemanusiaan yang Sama di Era Modern
Melalui riset ini, saya mencoba membangun kembali semangat yang pernah hidup di masa para pelaut Makassar: semangat menjelajah, bertukar, dan memahami.
Konsep Shared Humanity. kemanusiaan bersama menjadi inti gagasan saya.
Sebagai peneliti, saya ingin menegaskan bahwa hubungan antarbangsa tidak hanya dibangun di atas diplomasi dan ekonomi, tetapi di atas rasa saling menghormati dan pengakuan akan sejarah bersama.
Dari pemikiran ini, lahirlah gagasan untuk mendirikan Makassar–Arnhem Land Fellowship and Foundation, sebuah platform riset dan pertukaran budaya jangka panjang antara Indonesia dan Australia.
Fellowship ini diharapkan menjadi wadah bagi peneliti muda, penulis, dan komunitas lokal untuk melanjutkan dialog kemanusiaan lintas samudra yang telah dimulai oleh para pelaut berabad-abad lalu.
Sejarah bukan hanya tentang masa lalu.
Ia adalah cermin masa depan, tentang bagaimana kita memilih membaca dan memaknai pertemuan yang telah terjadi.
Dan di Laut Arafuru tempat di mana Makassar dan Marege’ pernah saling memandang, kita belajar bahwa perbatasan sesungguhnya hanyalah garis di peta, bukan di hati manusia.
Tulisan ini disusun sebagai bagian dari persiapan riset sejarah dan kemanusiaan dengan judul:
“Encouraging Shared Humanity: Tracing the Makassar–Aboriginal Connection through Storytelling, Cultural Memory, and Economic Futures.”
Selamat Ulang Tahun Kota Makassar yang ke-418, Ewako!.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/TRIBUN-OPINI-Saparuddin-Santa-Peneliti-dan-Penulis.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.