Opini
Siapa Penemu Benua Australia? James Cook atau Pelaut Makassar?
Kebanyakan sejarawan memulai kisah mereka dari catatan Eropa — arsip VOC, jurnal kolonial, dan peta Inggris.
Dari sanalah riset ini bermula — di ruang di antara apa yang diingat oleh rakyat dan apa yang dicatat oleh arsip kolonial.
Menghidupkan Kisah-Kisah Tidak Terekam Sejarah
Penelitian ini tidak hanya bertujuan membuktikan siapa yang pertama kali tiba di Australia, tetapi untuk menghidupkan kembali dimensi kemanusiaan dari perjumpaan dua bangsa di tepi Laut Arafuru.
Saya memadukan cerita lisan, catatan VOC, dan pendekatan etnografi kreatif sebagai cara baru membaca sejarah yang selama ini diam dalam arsip.
Pendekatan ini menolak dikotomi antara ilmiah dan kultural.
Cerita rakyat, lagu-lagu pelaut, dan simbol dalam bahasa Yolngu di Arnhem Land yang menyebut “Makassan” dalam kosakata mereka, menjadi bagian dari teks sejarah yang hidup.
Bagi saya, setiap memori masyarakat adalah arsip moral, dan setiap pertemuan antarmanusia adalah bagian dari catatan sejarah yang sah.
Riset ini lahir dari kolaborasi antara peneliti Indonesia dan Australia.
Di pihak Indonesia, dukungan datang dari Jurusan Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin, bersama Ishaq Rahman, Ph.D (Candidate) dan Associate Professor Dr. Sudirman Nasir, Ph.D, seorang akademisi di bidang kesehatan internasional dan alumnus Universitas Melbourne.
Sementara dari Australia, dukungan datang dari Professor Hans Pols dari University of Sydney, sejarawan yang telah meneliti hubungan Belanda–Asia Pasifik selama tiga dekade.
Penelitian ini juga mendapat bimbingan Professor Emeritus Stephen Hill dari University of Wollongong, yang memperkenalkan konsep Stand in Humanity, pandangan bahwa hubungan lintas bangsa harus berdiri di atas dasar kemanusiaan bersama, bukan kepentingan geopolitik semata.
Bersama para mentor ini, saya tidak hanya belajar tentang arsip dan teori, tetapi juga tentang kerendahan hati dalam membaca sejarah orang lain.
Sejarah, bagi saya, bukanlah ruang untuk menentukan siapa yang lebih dahulu, tetapi ruang untuk memahami bagaimana manusia saling menemukan.
Menemukan Jati Diri Makassar di Laut yang Sama
Kisah pelaut Makassar dan masyarakat Aborigin adalah kisah tentang dialog tanpa kolonialisme.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/TRIBUN-OPINI-Saparuddin-Santa-Peneliti-dan-Penulis.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.