Opini
Cerita Bilqis dan Harapan untuk Lingkungan Ramah Anak
Nama Bilqis menjadi doa bersama. Sosoknya jadi simbol betapa rapuhnya perlindungan anak di ruang publik.
Oleh: Alita 'Itha' Karen
Aktivis Perempuan dan Perlindungan Anak Sulsel
TRIBUN-TIMUR.COM - BILQIS adalah momen mengajarkan anak-anak terkasih kita mengenali bahaya dan cara meminta pertolongan.
Di sebuah pagi cerah di Makassar, tawa Bilqis anak berusia empat tahun menggema. Tawa jujurnya melengking di Taman Pakui Sayang, Rappocini.
Matanya penuh cahaya, menjadi bagian dari suasana riuh para pemain tenis di lapangan. Termasuk ayahnya.
Orang dewasa berlalu lalang. Lari, jalan, mencari keringat, memanaskan tubuh.
Anak lain, seusia Bilqis, juga riang bermain. Bukan demi keringat melainkan adrenalin bahagia.
Namun dalam sekejap, tawa itu terputus.
Bilqis hilang dari pandangan.
Ia terseret dalam rencana gelap orang dewasa.
Bilqis diculik pedagang.
Jaringan jahat yang menjadikan anak sebagai komoditas.
Di mata pedagang itu, Bilqis tak ubahnya roti atau bawang dagang pasar.
Hari-hari berikut berubah jadi gulungan kecemasan.
Orang tua menangis, masyarakat berdoa dan membantu untkencari jejak.
Bilqis lewat seluruh media sosial yang mereka punyai, dan teman-teman aparat penegak hukum bekerja tanpa henti.
Mereka bekerja dengan hati. Memposisikan diri sebagai orangtua Bilqis.
Nama Bilqis menjadi doa bersama. Sosoknya jadi simbol betapa rapuhnya perlindungan anak di ruang publik.
Enam hari kemudian, kabar itu datang: Bilqis ditemukan jauh di Jambi, tengah pulau Sumatera.
Bilqis ditemukan setelah melewati tangan-tangan penjaja masa depannya.
Kemarin, di momen Hari Ulang Tahun ke-418 Makassar, Kota Kelahirannya, Bilqis kembali ke pelukan keluarga.
Apa itu sudah selesai? Tidak. Tepatnya, belum.
Luka ketakutan itu masih membekas.
Seperti luka fraktur, aksi penculikan Bilqis susah terlupakan.
Penculikan Bilqis akan terpendam di memori kolektif publik. Ingatan para orangtua.
Kisah Bilqis ini, bukan sekadar cerita penculikan.
Kisah pilu Bilqis adalah alarm keras; bahwa anak-anak kita masih rentan terhadap jaringan perdagangan manusia.
Runutan peristiwa dan kisah migrasi pedagang Bilqis berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan begitu cepat membuat kita bisa belajar banyak hal dan memetik manfaat dari kisah ini.
Dari Bilqis, selaku orangtua kita belajar bahwa waspada itu harus dipelihara.
Bilqis adalah momen mengajarkan anak-anak terkasih kita mengenali bahaya dan cara meminta pertolongan.
Dari kisah Bilqis, selaku masyarakat kita sudah menumbuhkan budaya jaga bersama, di mana setiap anak adalah tanggung jawab kolektif dan juga bagaimana kepedulian kita terhadap situasi yang terjadi di sekitar kita.
Dari situasi yang dialami Bilqis, Pemerintah kota dan provinsi belajar, bahwa sudah harus menjadi kewajiban untuk memperkuat sistem keamanan publik, menyediakan layanan darurat, dan memastikan ruang bermain anak benar-benar aman.
Dari proses pencarian dan evakuasi yang dilakukan kepada Bilqis oleh teman2 APH di Makassar dan Jambi, negara harus belajar bahwa negara harus hadir dengan regulasi tegas, penegakan hukum keras, serta layanan rehabilitasi bagi korban. Negara tidak boleh absen dalam melawan trafficking.
Bilqis telah kembali, tetapi kisahnya meninggalkan jejak yang dalam. Ia mengingatkan kita bahwa setiap anak adalah cahaya masa depan, dan tugas kita bersama adalah memastikan cahaya itu tidak pernah padam oleh gelapnya kejahatan. (*)
- Aktivis Perempuan dan Perlindungan Anak Sulsel dan Penerima Penghargaan Pemerintah Kota Makassar, November 2025
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/20251110-Itha-Ebenhizer.jpg)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/ITha-Ebenhizer-aktivis-perlindungan-anak-Sulsel.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.