Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Coretan Sumpah Pemuda Yamin

Rangkaian kata mewujud kalimat itu, bukanlah jampi-jampi, juga bukan mantra.

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Armin Mustamin Toputiri Founder dan Ceo Toaccae Institute. Armin salah satu penulis opini Tribun Timur. 

Di liang lahat itu, mungkin tak lagi ada tulang berserak, memberi persaksian jika Sumpah Pemuda dulu dirumus ketua Jong Sumatranen Bond itu, ternyata abadi sepanjang republik ini ada. 

Rangkaian kata dulu dirumusnya, bukan jampi-jampi dan bukan mantra, untuk dibaca di atas pusara suami R.A. Sundari Mertoatmaodjo, juga kakak kandung tokoh perfilman nasional Djamaluddin Adinegoro itu. Tapi rangkai kalimat itu, legacy penerang alam kuburnya.

Mohammad Yamin, itulah nama tertulis pada nizan makam itu. Namanya jauh terlampaui dari popularitas apa pernah dirumuskannya. Kita fasih mengeja Sumpah Pemuda.

Seisi bangsa tahu, tanpa kita tahu siapa sesungguhnya sosok manusia yang mula pertama merumuskan teksnya di atas lembar kertas bekas. 

Tanpa kita tahu, jika sosok sastrawan ini jugalah yang mula (dalam sidang BPUPKI. 29 Mei 1945) menawar rumusan Pancasila – tiga hari sebelum Soekarno menyampaikan pidato 1 Juni 1945 -- kelak menjadi idiologi (permanen) NKRI; “peri kebangsaan, peri ke-Tuhanan, peri kesejahteraan rakyat, peri kemanusiaan, dan peri kerakyatan”.

Juga tanpa kita tahu, jika dirinya jugalah sosok pemrasaran dalam Kongres Pancawarsa (I) Jong Sumatranen Bond (1923) berjudul “De maleische taal in het verleden, heden en toekomst”, yang meramal dan mengajukan Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional. 

Dan mungkin tanpa kita tahu jika inilah jugalah sosok --- anggota BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai atau dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) --- yang banyak andil dalam perumusan naskah UUD 1945, khususnya pasal berkaitan soal HAM. 

Bahkan uniknya, tanpa kita tahu jika visualisasi wajah Gadjah Mada, bersumber dari wajahnya.

Mohammad Yamin, anak bangsa dengan totalitas gagasan yang cerdas dan sistemik.

Lewat goresan tangannya ia mengawal sejak NKRI belum ada, hingga benar-benar nyata.

Bahkan saat usianya masih belia, 20 tahun, ia mengajukan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional. 

Lima tahun berikutnya, di usia 25 tahun, gagasannya lanjut dirumuskan dalam Sumpah Pemuda.

Tak hanya sebatas itu, kala usianya beranjak 42 tahun, ia coba menawar rumusan Pancasila, dan hingga titik kulminasinya dalam keterlibatannya di BPUPKI dalam merumuskan UUD 1945.

Maha karya abadi, sungguh luar biasa lahir dari anak muda Minangkabau bernama Mohammad Yamin.

Kalaupun popularitas namanya terlampaui dari karyanya, usahlah disesali.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Konsisten

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved