Opini
Hapus Roblox dari Gawai Anak: Seruan Kewaspadaan di Tengah Ancaman Dunia Virtual
Roblox bukan sekadar gim. Di balik avatar lucu dan dunia virtual, tersimpan ancaman yang bisa masuk ke kamar anak tanpa mengetuk pintu.
Namun di balik seruan larangan itu, ada pertanyaan yang lebih sulit dijawab, apakah cukup dengan melarang untuk membangun kesadaran digital?
Dunia virtual tidak tunduk pada pagar sekolah atau batas wilayah hukum; area itu bergerak dengan logika viral dan mekanisme kecanduan.
Penulis menegaskan, pengawasan digital seharusnya tidak berhenti di pintu pemblokiran, tetapi menembus ruang kesadaran, mendidik anak-anak memahami bukan hanya “apa yang dilarang”, tapi “mengapa mereka perlu waspada”.
Dalam konteks ini, pengawasan bukan lagi sekadar soal regulasi, melainkan upaya membangun benteng moral di tengah lanskap yang tak mengenal batas.
Sebagai orang tua, Penulis tidak pernah membayangkan bahwa permainan yang diklaim aman dan “kreatif” bisa berubah menjadi lorong berbahaya bagi anak-anak.
Namun, data tidak bisa dibantah, sebuah studi dalam Child and Adolescent Psychiatry and Mental Health (2020) menunjukkan bahwa anak yang bermain game lebih dari tiga jam per hari mengalami penurunan rentang perhatian, melemahnya kemampuan memecahkan masalah, dan menunjukkan pola aktivitas otak menyerupai individu dengan kecanduan zat adiktif.
Roblox, dengan segala warna dan iming-iming imajinasinya, telah menciptakan ruang di mana anak tidak lagi sekadar bermain, mereka sedang dilatih untuk sulit berhenti.
Laporan investigasi Hindenburg Research (2024) memperlihatkan sisi yang lebih mengerikan.
Di balik avatar lucu dan dunia digital yang tampak polos, Roblox menjadi ruang gelap tempat praktek grooming dan perdagangan pornografi anak berlangsung secara terselubung.
Ada grup yang secara terbuka membagikan materi ilegal, ada pula simulasi aktivitas seksual dan kekerasan dapat diakses tanpa batas usia.
Penulis merasakan kegelisahan yang mendalam, karena ancaman ini nyata dan dapat menjangkau kamar anak kita tanpa mengetuk pintu.
Penulis percaya, seruan “hapus Roblox dari gawai anak” bukanlah bentuk kepanikan moral, tetapi tindakan kewaspadaan.
Dunia digital kita wariskan kepada anak-anak tidak netral; area itu menyimpan algoritma mengatur emosi, perhatian, dan bahkan perilaku mereka.
Roblox hanyalah satu contoh dari banyak platform yang melampaui kontrol orang tua dan pengawasan negara.
Maka tanggung jawab Penulis, dan kita semua, bukan hanya mencabut aplikasi itu dari perangkat, tetapi juga menanamkan kesadaran bahwa ruang digital bukan taman bermain tanpa pagar.
| Mendobrak Tembok Isolasi: Daeng Manye, Perjuangan Tanpa Henti untuk Setiap Jengkal Tanah Takalar |
|
|---|
| Desentralisasi Kehilangan Nafas: Ketika Uang Daerah Mengendap |
|
|---|
| Membedah Proses Kreatif Menulis KH Masrur Makmur |
|
|---|
| Transformasi Unhas, Melawan Kebencian dan Irasional |
|
|---|
| Spirit Resolusi Jihad dan Santri Indonesia: Dari Medan Perang ke Medan Peradaban |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.