Opini
Desentralisasi Kehilangan Nafas: Ketika Uang Daerah Mengendap
Rp 1,2 triliun uang daerah mengendap di kas. Desentralisasi kehilangan napas saat kepercayaan pusat dan daerah memudar.
Dana yang mengendap itu bukan sekadar angka, ia cermin dari sistem yang lumpuh karena ketakutan dan ketidakpercayaan.
Pejabat daerah menunda keputusan karena takut salah, regulasi berubah di tengah tahun, juknis datang terlambat, dan birokrasi memilih aman.
Akhirnya, uang tetap aman di kas, tapi pembangunan tak bergerak. Dalam bahasa ekonomi, likuiditas tinggi; dalam bahasa sosial, stagnasi.
Literatur Decentralization and Governance Capacity karya Evrim Tan menjelaskan bahwa otonomi hanya berhasil bila daerah punya tiga hal: kewenangan, kapasitas, dan kepercayaan.
Indonesia tampaknya berhenti di tahap pertama. Pusat memberi dana, tapi dengan tali kendali yang panjang.
Daerah diberi tugas, tapi tanpa keluwesan untuk menyesuaikan diri dengan realitasnya.
Inilah paradoks desentralisasi kita: daerah memiliki uang, tapi tidak punya kuasa atasnya.
Kita hidup di masa ketika laporan keuangan lebih penting daripada hasil pembangunan.
Serapan anggaran menjadi ukuran sukses, bukan dampak sosial. Kita pandai menghitung uang, tapi miskin dalam menghidupkannya.
Desentralisasi yang dulu dimaksudkan untuk memperdekat rakyat dan negara kini menjauhkan keduanya terpisah lapisan prosedur dan tanda tangan.
Fenomena resentralisasi fiskal ini bukan sekadar kebijakan teknis, melainkan refleksi dari krisis kepercayaan antar-level pemerintahan.
Pusat merasa daerah boros dan tak efisien; daerah merasa pusat mengekang dan tidak percaya.
Maka hubungan seharusnya berbasis kemitraan berubah menjadi hubungan perintah.
Padahal, seperti ditegaskan Acemoglu, kemajuan hanya lahir dari institusi yang inklusif—yang memberi ruang partisipasi, bukan sekadar kepatuhan.
Solusinya bukan menarik kembali otonomi, tapi membangun desentralisasi yang bertanggung jawab.
| Hapus Roblox dari Gawai Anak: Seruan Kewaspadaan di Tengah Ancaman Dunia Virtual |
|
|---|
| Mendobrak Tembok Isolasi: Daeng Manye, Perjuangan Tanpa Henti untuk Setiap Jengkal Tanah Takalar |
|
|---|
| Membedah Proses Kreatif Menulis KH Masrur Makmur |
|
|---|
| Transformasi Unhas, Melawan Kebencian dan Irasional |
|
|---|
| Spirit Resolusi Jihad dan Santri Indonesia: Dari Medan Perang ke Medan Peradaban |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.