Opini
Kisah Dua Menara: Renungan Tentang Arah Kemajuan Kampus
Namun di balik itu, ada menara kedua: menara kesejahteraan dan kebahagiaan sivitas akademika.
Keduanya harus tumbuh beriringan.
Satu menara menatap langit, menantang masa depan.
Menara satunya menatap ke dalam, menjaga kemanusiaan.
Refleksi Universitas Hasanuddin
Sesungguhnya Unhas telah memiliki bahan untuk membangun kedua menara itu secara seimbang.
Ia memiliki rumah sakit besar, lahan luas, laboratorium, dan sumber daya manusia yang unggul.
Tapi juga memiliki cita rasa kearifan lokal yang menekankan keseimbangan, harmoni, dan nilai kemanusiaan.
Di sinilah tantangan setiap pemimpin kampus — bukan hanya meninggikan menara yang bisa difoto, tapi juga membangun menara yang hanya bisa dirasakan.
Bukan hanya mengukur keberhasilan dengan angka dan grafik, tapi juga dengan senyum, semangat, dan rasa memiliki dari seluruh warganya.
Karena sejatinya, universitas bukan sekadar tempat mencetak ijazah atau membangun gedung, melainkan tempat membangun peradaban.
Dan peradaban yang tinggi hanya lahir dari dua pondasi: kemajuan dan kesejahteraan.
Penutup
Menara pertama adalah simbol visi.
Menara kedua adalah simbol hati.
Jika keduanya tumbuh bersama, maka kampus akan tegak tidak hanya karena beton, tetapi karena cinta dan keikhlasan orang-orang di dalamnya.
Dan mungkin, kelak sejarah akan mencatat bahwa kampus yang benar-benar besar bukanlah yang paling tinggi menaranya, melainkan yang paling hangat cahaya kemanusiaannya. (*)
Saatnya Meninjau Ulang Parliamentary Threshold 4 Persen |
![]() |
---|
Universitas Hasanuddin, Menuju Puncak Benua Maritim Indonesia 2026-2030 |
![]() |
---|
Pesantren sebagai Katalis Peradaban, Catatan dari MQK Internasional I |
![]() |
---|
Paradigma SW: Perspektif Sosiologi Pengetahuan Menyambut Munas IV Hidayatullah |
![]() |
---|
Dari Merdeka ke Peradaban Dunia: Santri Sebagai Benteng Moral Bangsa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.