Opini
Bulu Alauna Tempe dan Kitab Kuning: Orkestra Santri dari Danau Tempe untuk Dunia
Hari pembukaan Musabaqah Qiraatul Kutub Internasional di As’adiyah terasa seperti samudera kecil yang bernafas.
MQK bukan sekadar lomba baca kitab, melainkan peristiwa simbolik: kitab kuning dibaca dari tepian danau, bukan hanya dari tanah Jawa. Tradisi baca kitab ternyata tidak pernah tunggal, ia tumbuh dalam pluralitas lokal.
Selama ini kita mengenal Tebuireng, Krapyak, Sidogiri, Lirboyo. Kini Sengkang, lewat As’adiyah, menunjukkan bahwa riak Danau Tempe pun bisa bergema hingga ke samudera dunia.
Maka, apa yang terjadi hari ini adalah perputaran sejarah.
Dari Danau Tempe yang airnya menghidupi, dari Wajo yang egaliter, dari Gurutta As’ad yang visioner, dunia diajak kembali membaca: Islam Nusantara bukan hanya Jawa, tapi juga Bugis.
Bulu Alauna Tempe yang dinyanyikan santri pada pembukaan MQK adalah terjemahan puitis atas sejarah itu.
Ia menjahit air dan kitab, budaya dan agama, ekonomi dan ilmu, dalam satu tarikan napas.
Musabaqah Qiraatul Kutub yang selama ini lekat dengan tradisi Jawa kini meluas dan memperkaya koor Nusantara dengan suara Bugis; ia adalah dialog antarpulau, bukan kompetisi klaim kultural.
Di panggung internasional, santri Bugis kini mengeja kitab dengan aksen sendiri, namun dengan kelenturan bahasa universal yang dipahami khalayak global.
Baca juga: Buka MQK Internasional di Wajo, Menag Nasaruddin Umar: Pesantren Poros Perdamaian
Peristiwa itu menandai bahwa Islam Nusantara adalah mozaik, dan As’adiyah adalah salah satu batu permatanya.
Dengan MQK, kitab-kitab kuning tidak lagi terbaca dalam lingkup sempit, tetapi menjadi wacana antarbangsa.
Dari riak Danau Tempe, gelombang ilmu kini melaju ke samudera dunia. Inilah saat di mana lokal dan global bertemu dalam satu pelabuhan ilmu.
Seperti sungai yang bermuara ke laut, demikian pula ilmu yang berawal dari tepian Danau Tempe harus mengalir sampai ke horizon yang lebih luas.
Lagu Bulu Alauna Tempe yang mengawali MQK adalah pengingat bahwa akar budaya mesti dirawat agar cabang ilmu tidak patah.
Penelitian-penelitian empiris tentang Danau Tempe menggarisbawahi tanggung jawab kolektif: ilmu agama dan ilmu alam harus berjalan beriringan.
MQK Internasional di As’adiyah bukan hanya momen kebanggaan, tetapi juga awal kolaborasi riset yang mengundang dunia untuk belajar dan menjaga Danau Tempe.
Semoga santri-santri yang mengeja kitab di tepian itu kelak menjadi peneliti, pengelola, dan pemimpin yang membawa warisan Bugis ke panggung dunia dengan penuh tanggung jawab.
Dari riak kecil hingga gelombang besar, kita belajar satu pelajaran lama: ilmu yang baik adalah ilmu yang merawat.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.