Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Diskusi Forum Dosen

Prof Hambali Nilai KUHAP Baru Belum Maksimal Adopsi Kepentingan Publik

Sebaliknya, hukum yang lahir karena kepentingan kekuasaan justru menimbulkan banyak sorotan.

Penulis: Siti Aminah | Editor: Sudirman
Ist
FORUM DOSEN - Prof Hambali Thalib memberikan pandangannya terkait undang-undang KUHP baru dalam Diskusi Forum Dosen yang berlangsung di Redaksi Tribun Timur, Jl Cendrawasih, Jumat (21/11/2025). Prof Hambali menyebut KUHAP ini diharapkan bisa mengakomodir penegakan hukumnya dan perlindungan hak asasinya tidak diabaikan. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Undang-undang KUHAP memunculkan banyak respons di masyarakat.

Berbagai organisasi masyarakat seperti disabilitas dan advokat bereaksi atas KUHAP baru ini. 

Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof Hambali Thalib, mengungkap kelompok disabilitas sudah mengajukan sejumlah masukan, namun banyak yang tak diakomodir. 

Padahal, dari segi teori pembentukan perundang-undangan, hukum yang baik adalah hukum yang hidup dan tumbuh dari masyarakat. 

Sebaliknya, hukum yang lahir karena kepentingan kekuasaan justru menimbulkan banyak sorotan.

“Paling tidak KUHAP ini diharapkan bisa mengakomodir dua hal, penegakan hukumnya terpenuhi, dan perlindungan hak asasinya tidak diabaikan,” pesan Prof Hambali. 

Baca juga: Prof Said Karim Ungkap 11 Hak Advokat dalam KUHAP Baru

Hal tersebut disampaikan Prof Hambali Thalib dalam Diskusi Forum Dosen yang berlangsung di Redaksi Tribun Timur, Jl Cendrawasih, Jumat (21/11/2025). 

Profesor bidang hukum ini menilai, KUHAP baru ini pada dasarnya melengkapi KUHAP sebelumnya, termasuk memperbaiki sejumlah norma yang selama ini dianggap multitafsir.

Salah satunya mengenai alasan penahanan yang selama ini bersifat subjektif. 

Banyak kasus ketika seseorang sebenarnya kooperatif, tidak berpotensi melarikan diri, dan tidak ada dugaan menghilangkan barang bukti, namun penyidik tetap melakukan penahanan.

“Kita berharap UU baru ini tidak lagi menyisakan pasal-pasal dengan norma multitafsir,” tegasnya.

Penyadapan menjadi salah satu isu yang ia soroti dalam KUHAP baru. 

Penyadapan sah dilakukan apabila terdapat indikasi dan bukti permulaan keterlibatan seseorang dalam kasus yang sedang dilidik.

Namun, bila tanpa dasar yang jelas, penyadapan dapat menimbulkan penyimpangan kewenangan.

“Kalau kewenangan lidik sudah bisa melakukan penangkapan dan penahanan, ini yang memprihatinkan,” katanya.

Ia juga mengingatkan potensi bahaya bila penyadapan dilakukan atas dasar motif subjektif atau sentimen terhadap seseorang, termasuk akademisi atau pers. 

"Kalau tidak jelas dasar hukumnya, itu bisa menggeser paradigma OTT,” ujarnya.

Terakhir, ia membahas penerapan restorative justice. 

Menurutnya, mekanisme tersebut sebenarnya sudah lama dipraktikkan, tetapi belum memiliki payung hukum kuat

“Ini pergeseran paradigma yang perlu sosialisasi. Yang disorot selama ini, sampai kasus korupsi atau narkoba pun mau didorong ke restoratif justice. Itu berbahaya kalau tidak jelas payung hukumnya,” pungkasnya. (*) 

 

 

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved