Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Diskusi Forum Dosen

Prof Muin Fahmal Bongkar Akar Masalah UU KUHAP Baru: Banyak Pasal Berpotensi Timbulkan Kekacauan

Undang-undang KUHAP baru ini menuai kontroversi. Utamanya pada beberapa pasal menyangkut wewenang penyelidikan. 

Penulis: Siti Aminah | Editor: Sudirman
Ist
FORUM DOSEN - Guru Besar Hukum Universitas Muslim Indonesia, Prof Muin Fahmal. Prof Muin Fahmal, menyoroti sejumlah substansi kontroversial dalam UU KUHAP. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna dipimpin Ketua DPR, Puan Maharani, Selasa (18/11/2025). 

Undang-undang KUHAP baru ini menuai kontroversi. Utamanya pada beberapa pasal menyangkut wewenang penyelidikan. 

Guru Besar Hukum Universitas Muslim Indonesia, Prof Muin Fahmal, menyoroti sejumlah substansi kontroversial dalam UU KUHAP.

Banyak pasal yang tidak lahir dari kebutuhan masyarakat dan justru berpotensi menimbulkan kekacauan dalam penegakan hukum.

Prof Muin menilai polemik publik yang muncul belakangan ini dipicu kurangnya sosialisasi bermakna dari pemerintah. 

Ia menyebut sosialisasi yang dilakukan cenderung formalitas dan tidak menggali pendapat masyarakat yang benar-benar memahami persoalan.

“Yang ramai itu kan di medsos, pro dan kontra. Mungkin saja ada sosialisasi, tetapi tidak bermakna. Hanya memanggil orang yang tidak tahu persoalan atau punya kepentingan. Itu bukan sosialisasi bermakna,” ujat Prof Muin dalam Diskusi Forum Rektor yang berlangsung di Redaksi Tribun Timur Jl Cendrawasih, Jumat (21/11/2025). 

Dalam teori pembentukan peraturan perundang-undangan, norma harus bersumber dari budaya hukum masyarakat, nilai yang tumbuh dan terpelihara di tengah publik. 

Jika tidak, maka aturan tersebut sulit diterapkan.

Pembuat undang-undang tidak boleh merumuskan norma berdasarkan keinginan sendiri, tetapi berdasarkan kebutuhan masyarakat. Bila dipaksakan, produk hukum itu akan kontraproduktif.

“Norma itu menjanjikan ketertiban, keamanan, dan kesejahteraan. Kalau hasilnya malah sebaliknya, itu kekacauan,” tegasnya.

Prof Muin juga menyoroti pembahasan cepat 29 substansi kontroversial yang mencakup 17 pasal yang dijadwalkan selesai dalam satu hari oleh legislatif. 

Salah satu poin yang paling ia khawatirkan ialah perluasan kewenangan penyelidik, termasuk wewenang menangkap dan menahan seseorang tanpa pembuktian awal yang memadai.

“Selama ini ada pagar hukum, harus ada bukti pidana minimal dua. Tapi sekarang, baru diselidiki saja sudah bisa ditangkap dan ditahan. Ini membuat masyarakat takut hidup di negaranya sendiri,” kata Prof Muin.

Di sisi lain, ia menilai pengaturan restorative justice dalam RUU KUHAP masih bermasalah. 

Meski sudah masuk dalam rancangan undang-undang, mekanisme itu mensyaratkan kesepakatan kedua belah pihak, namun bersifat memaksa.

“Kalau dipaksa sepakat, itu bukan restorative justice namanya. Ini harus diteliti kembali. Jangan sampai pemerintah sebodoh itu,” kritiknya.

 

 

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved