Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Muktamar PPP

Ketua PPP Jakarta Blak-blakan Gus Rommy Tawarkan Partai ke Amran, Dudung, dan Gus Iful

Saiful Rahmat Dasuki, Ketua DPW PPP Jakarta blak-blakan soal dinamika Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 

Editor: Muh Hasim Arfah
Youtube Zulfan Lindan
BLAK-BLAKAN PPP-Saiful Rahmat Dasuki, Ketua DPW PPP Jakarta dalam podcast Zulfan Lindan Unpacking Indonesia dikutip tribun-timur.com, Jumat (3/10/2025). Ia blak-blakan soal dinamika Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP).  

TRIBUN-TIMUR.COM- Saiful Rahmat Dasuki, Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jakarta blak-blakan soal dinamika Muktamar X PPP. 

Hal itu dia sampaikan dalam podcast Zulfan Lindan Unpacking Indonesia dikutip tribun-timur.com, Jumat (3/10/2025). 

Wakil Menteri Agama 2023-2024 ini  membahas soal isu Samsuddin Andi Arsyad dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman menjadi calon ketua umum DPP PPP. 

Zulfan Lindan adalah mantan anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem dan PDI Perjuangan. 

Ia pun menyindir Agus Suparmanto. 

“Jangan tiba-tiba mau jadi ketua umum. Harusnya melebur dulu. Hal ini adalah ironi,” kata mantan ketua GP Ansor Jakarta ini. 

Menurutnya, harus ada solusi untuk PPP. 

Baca juga: Dualisme PPP Sudah Pernah Terjadi Sebelum Mardiono Vs Agus Suparmanto

“Jangan menarik orang masuk. Ini kita masih punya pandangan. Sebisa mungkin gabung dulu. Pasca mukernas ada yang lowong saya kira sangat layak untuk gabung ke PPP,” katanya. 

Ketua Dewan DPP PPP Romahurmuziy sebelumnya sudah melobi orang di luar PPP seperti Amran Sulaiman, Dudung Abdurrahman, dan Saifullah Yusuf. 

“Mereka nggak minat, kami merasa sakit hati. PPP dibawa ke sana dan kesini, ditawarkan sana sin, itu melukai dan tak mempercayai kami,” katanya. 

Menurutnya, Gus Rommy tak begitu mudah bermanuver. 

“Apalagi mudah menarik orang masuk. Saya kira kita realistis tapi kita juga adalah kader,” katanya. 

Akhirnya, Gus Rommy mendukung mantan politisi PKB, Agus Suparmanto. 

Faktor PPP tak lolos ambang batas parlemen karena masalah faktor internal. 

"Saya melihat lebih banyak faktor internal karena Mardiono terpilih setahun sebelum pemilihan," katanya. 

Menurutnya, konflik PPP bermula ketika Gus Rommy kudeta Suryadharma Ali tahun 2014. 

"Di tengah jalan ada kudeta. Gus Rommy adalah sekjen. Saat itu, Mardiono sudah menjadi ketua DPW Banten," katanya.  


Dualisme PPP

Muktamar ke-10 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Hotel Mercure Ancol, Jakarta memunculkan dualisme kepemimpinan, pada Sabtu-Senin (27-29/9/2025) lalu.

Dua figur utama, Muhamad Mardiono dan Agus Suparmanto, sama-sama mengklaim diri sebagai ketua umum terpilih untuk periode 2025–2030.

Mardiono terpilih melalui penetapan wakil ketua steering committee (SC) Muktamar 10 PPP , Amir Uskara. 

”Pimpinan sidang yang sah, Pak Amir Uskara, sudah ketuk palu dan menetapkan Pak Mardiono aklamasi sebagai ketua umum. Itu dilakukan atas persetujuan peserta muktamar pada sidang pertama,” kata Wakil Sekjen PPP periode 2020-2025, Rapih Herdiansyah.

Ketua Pimpinan Sidang Paripurna VIII Qoyum Abdul Jabbar menyebutkan, Agus terpilih secara aklamasi oleh mayoritas peserta Muktamar X di Hotel Mercure, Ancol, Sabtu (28/9/2025). 

Menurut dia, keputusan tersebut diambil tanpa ada peserta yang meninggalkan arena forum. Baca juga: Tiga Kader Terluka akibat Kericuhan Muktamar X PPP.

”Aklamasi Pak Agus Suparmanto merupakan kehendak muktamar dan aspirasi muktamirin yang menentukan keputusan,” ujar Qoyum melalui keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (28/9/2025).

Kericuhan mewarnai jalannya forum. 

Aksi lempar kursi terjadi di ruang sidang pleno, menyebabkan suasana muktamar semakin panas dan mencoreng citra partai berlambang Ka’bah itu.

Klaim Kemenangan Mardiono
Kubu Mardiono menegaskan bahwa dirinya terpilih secara aklamasi melalui dukungan mayoritas Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP.

Dari 38 DPW, sebanyak 28 disebut menyatakan dukungan resmi.

Pimpinan sidang muktamar, Amir Uskara, disebut telah mengetuk palu penetapan kemenangan Mardiono dalam sidang paripurna.

“Mardiono sah terpilih secara aklamasi. Prosesnya sesuai dengan AD/ART dan tata tertib sidang,” ujar Amir Uskara saat konferensi pers di Hotel Mercure Ancol Jakarta, Sabtu (27/9/2025).

Kubu Mardiono membantah klaim Agus Suparmanto.

Mereka menilai, sidang yang menetapkan Agus sebagai ketua umum dilakukan di luar mekanisme resmi dan tidak sah secara konstitusi partai.

Klaim Kemenangan Agus Suparmanto
Di sisi lain, kubu Agus Suparmanto juga mengklaim telah menang secara aklamasi. Penetapan itu disebut diputuskan dalam Sidang Paripurna VIII yang dipimpin Qoyum Abdul Jabbar, setelah sebagian peserta tetap bertahan di arena forum.

“Alhamdulillah, muktamar sudah selesai. Saya terpilih secara sah sebagai ketua umum PPP 2025–2030,” kata Agus dalam acara tasyakuran yang digelar usai muktamar.

Kubu Agus berencana segera mendaftarkan hasil muktamar ke Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM) untuk mendapatkan legitimasi administratif.

Mereka juga menegaskan bahwa klaim kemenangan Mardiono tidak lebih dari keputusan sepihak.

Perbedaan klaim ini membuat PPP kembali menghadapi potensi dualisme kepengurusan, seperti yang pernah terjadi pada periode sebelumnya.

Kubu Mardiono menegaskan posisinya sah berdasarkan dukungan DPW dan palu pimpinan sidang, sementara kubu Agus berpegang pada keputusan forum paripurna yang mereka anggap sah.

Majelis Pertimbangan PPP yang dipimpin Romahurmuziy alias Rommy juga menyoroti persoalan ini.

Ia menyatakan klaim kemenangan Mardiono tidak dapat diterima karena bertentangan dengan mekanisme konstitusional partai.

Dengan dua kubu saling klaim kemenangan, arah politik PPP ke depan berada dalam ketidakpastian.

Legitimasi kepengurusan akan sangat bergantung pada pengakuan KemenkumHAM maupun upaya mediasi internal.

Apakah PPP akan mampu meredam konflik dan menyatukan barisan menjelang agenda politik nasional mendatang, atau justru kembali terjebak dalam dualisme kepemimpinan, masih menjadi pertanyaan besar.


Tren Kursi PPP dari Pemilu ke Pemilu

Sejak era Reformasi, perolehan suara dan kursi PPP terus mengalami tren penurunan:

1999: PPP meraih sekitar 58 kursi DPR RI, menjadi salah satu partai menengah penting pasca jatuhnya Orde Baru.

2004: Kursi turun menjadi 58 kursi → 58 (sekitar 8,1 persen suara), kalah bersaing dengan partai baru berbasis Islam dan nasionalis.

2009: Hanya mendapat 39 kursi (5,3 persen ), tanda mulai tergerusnya basis tradisional.

2014: Turun lagi menjadi 39 kursi → 39 (6,5 persen ), masih bertahan di papan tengah meski dengan konflik internal.

2019: Merosot ke titik kritis, hanya 19 kursi DPR RI, dengan suara nasional 4,52 persen , nyaris tak lolos parliamentary threshold.

2024: PPP gagal total, tidak lolos ke Senayan untuk pertama kalinya sepanjang sejarah Reformasi.

Kegagalan 2024 banyak dipengaruhi faktor diantaranya kehilangan figur petarung. 

Figur yang hilang diantaranya adalah mantan ketua umum DPP PPP Suharso Monoarfa, anggota komisi III DPR RI Arsul Sani. 

Paling kehilangan adalah Taj Yasin Maimoen yang tak masuk daftar caleg. 

Ia memilih maju senator DPD RI. 

Suaranya tembus 3 juta suara.  

Tren ini memperlihatkan bahwa konflik internal dan lemahnya figur populer membuat PPP kehilangan daya tarik, terutama di kalangan pemilih muda Muslim.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved