Headline Tribun Timur
Pembakar Gedung DPRD Terancam 20 Tahun Penjara
Penetapan tersangka diumumkan Polda Sulsel, Kamis (4/9), enam hari setelah peristiwa tersebut.
Sejumlah armada Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkarmat) Kota Makassar, yang mencoba memadamkan kobaran api, tertahan di Jl Letjen Hertasning, sekitar 1 kilometer dari gedung DPRD Kota Makassar.
Mereka tertahan lantaran jumlah massa yang dan warga di sekitar lokasi, begitu padat. Barulah beberapa saat kemudian, petugas Damkar berhasil menjangkau lokasi dan melakukan evakuasi.
Akumulasi Kekecewaan
Gelombang kerusuhan yang melanda Makassar pada 29-30 Agustus 2025 diyakini bukan sekadar aksi spontan.
Aksi ini mencuat sebagai akumulasi kekecewaan publik terhadap berbagai persoalan sosial, ekonomi, hingga politik yang kian menekan masyarakat.
Pertama, angka pengangguran terbuka terus meningkat. Data Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan per Mei 2025 mencatat 238 ribu orang masih menganggur.
Secara nasional, jumlah pengangguran terbuka mencapai 7,28 juta jiwa atau 4,76 persen dari total angkatan kerja.
Kedua, kebijakan perpajakan juga memicu keresahan. Publik menilai beban pajak tanah dan bangunan semakin berat.
Saat ini, terdapat 24 jenis pungutan yang dikenakan, terdiri atas 9 pajak negara, 6 pajak provinsi, dan 9 pajak kabupaten/kota.
Ketiga, polemik harga bahan pangan. Meski produksi padi gabah mengalami surplus, harga beras justru naik dan sulit ditemukan di pasaran.
Tidak hanya beras, harga kebutuhan pokok lain seperti sembako, listrik, air, gas, hingga angkutan juga ikut melonjak.
Keempat, kontroversi gaji dan tunjangan anggota DPR turut menambah bara. Publik menyoroti besarnya tunjangan yang dianggap tidak sebanding dengan kondisi rakyat.
Sebagai contoh, tunjangan rumah mencapai Rp50 juta per bulan, ditambah tunjangan beras Rp3 juta setiap bulan.
Kelima, ketimpangan ekonomi semakin terasa. Publik menilai keadilan ekonomi hanya dikuasai segelintir pengusaha besar.
Mereka menguasai seluruh rantai produksi, distribusi, hingga konsumsi. Dari total penerimaan pajak negara Rp2.400 triliun, kontribusi 300 konglomerat hanya sekitar 5 persen.
Keenam, jurang perbedaan kelas sosial semakin tajam. Media sosial dianggap ikut memperlihatkan secara telanjang ketimpangan gaya hidup antara elit dan rakyat.
Tak hanya itu, dua peristiwa belakangan disebut menjadi pemicu atau trigger kemarahan publik. Pertama, tewasnya Affan Kurniawan (22), seorang driver ojek online di Jakarta, yang dilindas truk barracuda Brimob Polda Metro Jaya.
Kedua, perilaku sejumlah anggota DPR-RI yang dianggap tidak berempati. Salah satunya terekam berjoget di ruang parlemen di tengah kondisi rakyat yang kesulitan.
Kombinasi faktor-faktor ini diyakini memperbesar gelombang kekecewaan publik, hingga akhirnya meledak menjadi aksi rusuh di Kota Makassar.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.