Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Headline Tribun Timur

Pembakar Gedung DPRD Terancam 20 Tahun Penjara

Penetapan tersangka diumumkan Polda Sulsel, Kamis (4/9), enam hari setelah peristiwa tersebut.

Editor: Sudirman
Ist
HEADLINE TRIBUN - Sebanyak 29 pelaku ditangkap kasus kerusuhan di Makassar. Pembakar kantor DPRD terancam 20 tahun penjara. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Polda Sulsel tetapkan 29 orang sebagai tersangka aksi jalanan berujung anarkisme massa di Kota Makassar.

Mereka diduga terlibat dalam berbagai aksi anarkis, mulai dari merusak fasilitas kantor, membakar kendaraan dinas, menjarah inventaris, hingga melakukan provokasi melalui media sosial.

Salah satu tersangka, ZM (22), mahasiswa asal Bone, dijerat Pasal 160 KUHP tentang penghasutan serta Pasal 45A ayat (2) UU ITE.

Ia diketahui melakukan siaran langsung di TikTok yang mengarahkan massa untuk berbuat anarkis.

Penetapan tersangka diumumkan Polda Sulsel, Kamis (4/9), enam hari setelah peristiwa tersebut.

Baca juga: Bertaruh Nyawa Selamatkan Anggota DPRD Makassar Saat Kebakaran, Kaki Arief Rahman Sampai Retak

Keterangan disampaikan Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Didik Supranoto bersama Dirkrimum Polda Sulsel Kombes Pol Setiadi Sulaksono dan Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Arya Perdana.

Meski sudah menangkap puluhan orang, polisi belum mengungkap dalang atau aktor intelektual di balik kerusuhan.

Hal sama berlaku pada kasus pengeroyokan terhadap driver ojek online Rusmadiansyah (26) yang tewas usai diteriaki sebagai intel di tengah aksi massa di Jl Urip Sumoharjo, Makassar.

“Saat ini polisi masih melakukan pendalaman untuk mengungkap aktor intelektualnya. Penyelidikan terus berlanjut,” ujar Didik.

Kronologi Kerusuhan

Kericuhan mewarnai Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Jumat–Sabtu (29–30 Agustus 2025).

Aksi massa berlangsung sejak Jumat sore, sekira pukul 16.30 Wita, ketika sekelompok pendemo memadati ruas Jl AP Pettarani, tepat di dekat pertigaan Jl Andi Djemma.

Massa berorasi sambil membakar ban di depan Gedung Phinisi, Kampus Universitas Negeri Makassar.

Mereka bahkan memalang dua truk kontainer dijadikan panggung orasi, membuat dua ruas jalan protokol tersebut tidak bisa dilalui kendaraan.

Antrean kendaraan pun mengular panjang, baik dari arah Fly Over maupun dari arah pertigaan Jl Sultan Alauddin.

Anehnya, tidak tampak kehadiran polisi berseragam yang biasanya turun mengatur lalu lintas atau mengawal jalannya aksi unjuk rasa.

Hingga malam hari, massa terus bertambah banyak. Identitas para pendemo pun masih samar.

Banyak di antara mereka terlihat mengenakan jaket hoodie dan penutup wajah, sehingga sulit dikenali.

Sekira pukul 18.57 Wita, seunit mobil sedan biru putih melaju berlawan arah dari arah Fly Over. Mobil sedan itu, menyalakan lampu rotator biru di atap.

Massa terkonsentrasi di depan pertigaan Jl AP Pettarani-Jl Andi Djemma atau Jl AP Pettarani-Jl Pendidikan, bersorak menyambut.

“Adami, Adami, Adami,” ucap massa.

Mereka mengira mobil itu, milik polisi lalu lintas. Beberapa dari mereka mulai melempar.

Namun, beberapa lainnya menenangkan dengan meyakinkan massa, bahwa mobil itu bukan milik polisi. Melainkan, mobil Polisi Militer (PM).

Mobil PM itu dikemudikan TNI berseragam dinas. Ia pun melaju pelan membela kerumunan massa. Sedikit mencekam, tapi cepat teredam.

Pukul 20.30 Wita, salah satu wartawan standby meliput depan kampus UNM, mendapat foto pos Polantas pertigaan Jl AP Pettarani-Jl Sultan Alauddin, terbakar.

Awak media pun mengecek ke lokasi. Perjalanan menuju lokasi sekitar 30-400 meter dari titik konsterasi massa.

Sebelum tiba, awak media berpapasan dengan sekelompok massa berjalan dari arah berlawanan. Pukul 20.40 Wita, betul pos Lantas dengan kode 705 itu, rupanya dibakar.

Pelaku membakar sampah dan banner tepat di sisi selatan dan timur pos. Titik api itu, tepat disamping tembok pos dan menjalar ke dinding.

Warga sekitar dan pengendara melintas, berhenti melihat kobaran api di pos polisi tersebut. Tak sedikit dari mereka mengabadikan momen dengan ponsel masing-masing.

Saksi Mata

Ketua RT 03, RW 1 Kelurahan Mannuruki, Kecamatan Tamalate, Lanni Baka (58) menceritakan detik-detik pembakaran.

Lanny mengaku, sebelum kejadian ia tengah duduk santai di dekat Kafe Lorongta, sekira 100 meter dari Pos Lantas.

Tiba-tiba sekelompok massa dari arah lokasi demo depan Kampus UNM mendatangi pos Lantas tersebut.

“Mau magrib mereka datang kesini,” kata Lanni Baka.

Saat tiba, sekelompok massa itu kata Lanni sempat saling kejar dengan kelompok lain.

“Tidak tahu dari mana, sempat saling kejar. Setelah itu dia bakar itu (pos Lantas),” ujarnya.

Saat kejadian kata Lanni, tidak ada polisi berseragam di lokasi.

Senada diungkapkan Ketua RT 01/ RW 1 Kelurahan Mannuruki, Ochi Mapparessa (53). Ia mengaku, melihat pelaku membakar api kecil namun tiba-tiba membesar.

“Kecil apinya awalnya, kemudian tiba-tiba membesar. Kita juga tidak berani mendekat karena mereka banyak,” katanya.

Belum keluar laporan wartawan terkait pembakar pos itu, masuk info bahwa sejumlah motor dibakar perusuh depan gedung DPRD Makassar.

Kejadian itu, disusul info bahwa pos lantas ujung Jl AP Pettarani dekat Fly Over juga dirusak dan dibakar. Awak media pun mengarah ke gedung wakil rakyat itu.

Pukul 22.16 Wita, rupanya kobaran api sudah membesar di sekiling gedung. Kobaran api itu, disertai suara ledakan diduga bersumber dari tangki mobil yang turut terbakar.

Ada 67 mobil dan 15 motor tercatat ludes terbakar bersama dengan gedung parlemen itu. Massa memadati ruas jalan pertigaan Jl AP Pettarani-Jl Letjen Hertasning, sisi selatan pojok gedung DPRD Kota Makassar.

Beberapa dari mereka bersorak “revolusi”. Situasinya begitu mencekam dan tak terkendali. Beberapa orang di tengah kerumunan massa itu, ada yang terlihat membawa plang rambu lalu lintas.

Empat truk TNI dari arah Fly Over sempat tiba di sekitar lokasi. Namun, tak berselang lama, mereka memutar balik arah.

Sejumlah armada Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkarmat) Kota Makassar, yang mencoba memadamkan kobaran api, tertahan di Jl Letjen Hertasning, sekitar 1 kilometer dari gedung DPRD Kota Makassar.

Mereka tertahan lantaran jumlah massa yang dan warga di sekitar lokasi, begitu padat. Barulah beberapa saat kemudian, petugas Damkar berhasil menjangkau lokasi dan melakukan evakuasi.

Akumulasi Kekecewaan

Gelombang kerusuhan yang melanda Makassar pada 29-30 Agustus 2025 diyakini bukan sekadar aksi spontan.

Aksi ini mencuat sebagai akumulasi kekecewaan publik terhadap berbagai persoalan sosial, ekonomi, hingga politik yang kian menekan masyarakat.

Pertama, angka pengangguran terbuka terus meningkat. Data Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan per Mei 2025 mencatat 238 ribu orang masih menganggur.

Secara nasional, jumlah pengangguran terbuka mencapai 7,28 juta jiwa atau 4,76 persen dari total angkatan kerja.

Kedua, kebijakan perpajakan juga memicu keresahan. Publik menilai beban pajak tanah dan bangunan semakin berat.

Saat ini, terdapat 24 jenis pungutan yang dikenakan, terdiri atas 9 pajak negara, 6 pajak provinsi, dan 9 pajak kabupaten/kota.

Ketiga, polemik harga bahan pangan. Meski produksi padi gabah mengalami surplus, harga beras justru naik dan sulit ditemukan di pasaran.

Tidak hanya beras, harga kebutuhan pokok lain seperti sembako, listrik, air, gas, hingga angkutan juga ikut melonjak.

Keempat, kontroversi gaji dan tunjangan anggota DPR turut menambah bara. Publik menyoroti besarnya tunjangan yang dianggap tidak sebanding dengan kondisi rakyat.

Sebagai contoh, tunjangan rumah mencapai Rp50 juta per bulan, ditambah tunjangan beras Rp3 juta setiap bulan.

Kelima, ketimpangan ekonomi semakin terasa. Publik menilai keadilan ekonomi hanya dikuasai segelintir pengusaha besar.

Mereka menguasai seluruh rantai produksi, distribusi, hingga konsumsi. Dari total penerimaan pajak negara Rp2.400 triliun, kontribusi 300 konglomerat hanya sekitar 5 persen.

Keenam, jurang perbedaan kelas sosial semakin tajam. Media sosial dianggap ikut memperlihatkan secara telanjang ketimpangan gaya hidup antara elit dan rakyat.

Tak hanya itu, dua peristiwa belakangan disebut menjadi pemicu atau trigger kemarahan publik. Pertama, tewasnya Affan Kurniawan (22), seorang driver ojek online di Jakarta, yang dilindas truk barracuda Brimob Polda Metro Jaya.

Kedua, perilaku sejumlah anggota DPR-RI yang dianggap tidak berempati. Salah satunya terekam berjoget di ruang parlemen di tengah kondisi rakyat yang kesulitan.

Kombinasi faktor-faktor ini diyakini memperbesar gelombang kekecewaan publik, hingga akhirnya meledak menjadi aksi rusuh di Kota Makassar.

 

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved