Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

DPRD Makassar Dibakar

Presiden Prabowo Sebut Cara Negara Tetapkan Makar, Upaya Gulingkan Pemerintah Sah

Prabowo Subianto menyebut pembakaran di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar dan Sulawesi Selatan sebagai tindakan makar. 

|
Editor: Muh Hasim Arfah
TribunJakarta.com/Bima Putra
PRABOWO JENGUK KORBAN KERUSUHAN - Presiden RI, Prabowo Subianto saat membesuk korban demo di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (1/8/2025). Prabowo Subianto menyebut pembakaran di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar dan Sulawesi Selatan sebagai tindakan makar.  

TRIBUN-TIMUR.COM- Presiden Prabowo Subianto menyebut pembakaran di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar dan Sulawesi Selatan sebagai tindakan makar. 

“Di Sulawesi Selatan ada empat ASN, orang tidak bersalah, orang tidak berpolitik, jadi korban. Ini tindakan makar, bukan penyampaian aspirasi,” tegasnya.

Ia menanggapi pembakaran yang menewaskan tiga orang. 

Tiga orang meninggal dunia: fotografer Humas Setwan DPRD Makassar Muhammad Akbar Basri alias Abay, staf anggota DPRD Makassar Syarina Wati, dan Plt Kasi Kesra Kecamatan Ujung Tanah Syaiful Akbar. 

Sementara, satu korban lainnya, anggota Satpol PP Makassar Budi Haryadi, masih kritis di rumah sakit.

Lalu bagaimana penetapan kata Makar itu? 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

Baca juga: Demo Rusuh 30 Agustus 2025 di Makassar, Jufri Rahman Ingat September Berdarah 28 Tahun Silam

makar berarti akal busuk; tipu muslihat; perbuatan dengan maksud hendak membunuh orang (terutama terhadap raja/yang berkuasa);

Kemudian, perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang atau membunuh orang.

Jadi, dalam konteks hukum dan politik, kata makar biasanya digunakan untuk menyebut tindakan yang dianggap sebagai upaya menggulingkan, melawan, atau menyerang kekuasaan yang sah.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), istilah makar diatur terutama dalam Pasal 104 sampai 108, yang umumnya dimaknai sebagai perbuatan dengan maksud menggulingkan kekuasaan yang sah atau membunuh kepala negara/pejabat tinggi negara. 


Berikut ringkasannya Pasal 104 KUHP 
Makar dengan maksud membunuh Presiden atau Wakil Presiden, atau menjadikan mereka tidak mampu menjalankan pemerintahan.

Ancaman pidana: hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara sementara paling lama 20 tahun.

Pasal 106 KUHP Makar dengan maksud menghapuskan kemerdekaan negara atau memisahkan sebagian wilayah negara. Ancaman pidana: penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.
Pasal 107 KUHP Makar dengan maksud menjatuhkan pemerintah yang sah. Ancaman pidana: penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.
Pasal 108 KUHP Mengatur mengenai pemberontakan (bersenjata) terhadap pemerintah yang sah, termasuk mereka yang turut serta.

Jadi, dalam konteks hukum, makar bukan sekadar kerusuhan atau perusakan, tetapi tindakan yang jelas bertujuan menggulingkan kekuasaan negara atau membunuh pemimpin negara.

Sejarah Makar di Era Orde Baru
Istilah makar memiliki makna hukum yang jelas dalam KUHP, yakni tindakan yang ditujukan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah atau memisahkan diri dari NKRI. Namun, di era Orde Baru (1966–1998), istilah ini tidak hanya dipakai untuk menindak gerakan separatis, tetapi juga kerap digunakan sebagai instrumen politik untuk membungkam lawan politik dan aktivis pro-demokrasi.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved