Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Dokter Hewan YHF Jadi Tersangka Stem Cell Ilegal, Disuntikkan ke Manusia, Barang Bukti Rp 230 Miliar

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI bersama Bareskrim Polri berhasil membongkar praktik ilegal produksi dan peredaran

Editor: Edi Sumardi
BPOM
KEPALA BPOM - Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar. BPOM bersama Bareskrim Polri berhasil membongkar praktik ilegal produksi dan peredaran produk biologi berupa sekretom turunan sel punca di Magelang, Jawa Tengah, Senin (25/8/2025). 

TRIBUN-TIMUR.COM - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI bersama Bareskrim Polri berhasil membongkar praktik ilegal produksi dan peredaran produk biologi berupa sekretom turunan sel punca di Magelang, Jawa Tengah, Senin (25/8/2025).

Barang bukti diamankan ditaksir senilai Rp230 miliar.

Demikian siaran pers BPOM kepada Tribun-Timur.com, Rabu (27/8/2025).

Operasi ini mengungkap sarana yang berkedok sebagai "Praktik Dokter Hewan" namun faktanya melayani pasien manusia.

Pemiliknya, seorang dokter hewan berinisial YHF (56), ditetapkan sebagai tersangka karena tidak memiliki kewenangan dan izin untuk memberikan terapi medis kepada manusia.

Pelaku melakukan praktik pengobatan ilegal dengan menyuntikkan produk sekretom ke pasien, baik secara langsung di lokasi maupun didistribusikan ke berbagai wilayah di Pulau Jawa.

Pasien bahkan datang dari luar Jawa dan luar negeri.

Sekretom adalah kumpulan semua molekul bioaktif, seperti protein, faktor pertumbuhan, dan vesikel ekstraseluler (seperti eksosom), yang disekresikan oleh sel ke lingkungan ekstraseluler.

Molekul-molekul ini berperan dalam komunikasi seluler, regenerasi dan perbaikan jaringan, serta modulasi respons imun. 

Dalam penindakan ini, petugas mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain:

1. Tabung eppendorf berisi sekretom siap suntik.

2. 23 botol cairan sekretom berkapasitas 5 liter.

3. Peralatan suntik dan termos pendingin.

4. Produk krim yang dicampur sekretom.

YHF pun ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 435 jo. 

Pasal 138 ayat (2), serta Pasal 436 ayat (1) jo. Pasal 145 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Atas perbuatannya, YHF terancam hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar.

Selain itu, ia juga bisa dikenai denda hingga Rp200 juta karena melakukan pekerjaan kefarmasian tanpa keahlian dan kewenangan.

Kepala BPOM RI, Prof Dr Taruna Ikrar, menegaskan bahwa BPOM berkomitmen melindungi masyarakat dari produk ilegal.

"Terapi berbasis produk biologi memang menjanjikan, tetapi jika dilakukan secara ilegal justru dapat membahayakan nyawa pasien," ujarnya.

Deputi Bidang Penindakan BPOM, Irjen Pol Tubagus Ade Hidayat mengatakan, kolaborasi antara BPOM dan POLRI adalah kunci keberhasilan operasi ini.

"Kami akan terus memperkuat kolaborasi lintas sektor agar hukum ditegakkan, masyarakat terlindungi, dan tidak ada lagi pihak yang bermain-main dengan nyawa manusia," katanya.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved