PT Hadji Kalla vs GMTD
Jusuf Kalla: Ada Mafia Tanah pada Kasus Penyerobotan Lahan GMTD
Seorang warga Gowa, Haji Rugayah (610, kemarin, membeber dugaan mafia hukum di kasus sengketa lahan dengan GMTD
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM — Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (82), Rabu (5/11/2025) pagi, meninjau lahan sengketa miliknya dengan pihak Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) di Jalan Metro Tanjung Bunga, Tamalate, pesisir barat laut Makassar.
Kalla menyebut, banyak kejanggalan dari proses hukum di pengadilan.
Kunjungan Kalla ini, berselang sehari pascaeksekusi oleh Panitera dan Juru Sita PN Makassar, Senin (3/11/2025) dan jumpa pers Presiden Direktur PT GMTD Ali Said dan pengacaranya; Agustinus Bangun, Kuasa Hukum PT GMTD.
Di hadapan wartawan, JK menuding ada indikasi praktik mafia tanah di balik langkah hukum anak perusahaan Lippo Group itu.
Menurut JK, sertipikat lahan seluas 16.4 Ha itu sudah dimiliki Hadji Kalla sejak 1993.
Baca juga: Jusuf Kalla: Mempertahankan Hak Milik, Harta, itu Syahid
Namun oleh pihak GMTD berubah dimenangkan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar.
Dia menyebut, jika dirinya saja bisa menjadi korban, masyarakat kecil bisa lebih mudah dirampas haknya.
"Kalau begini, nanti seluruh kota (Makassar) dia akan mainkan seperti itu, merampok seperti itu. Kalau Hadji Kalla saja dia mau main-maini, apalagi yang lain," ketusnya.
"Padahal ini tanah saya sendiri yang beli dari Raja Gowa, kita beli dari anak Raja Gowa. Ini (lokasi) kan dulu masuk Gowa ini. Sekarang (masuk) Makassar, ujar Kalla yang didampingi Presiden Direktur Kalla Group Solihin Jusuf, jajaran direksi, kerabat, dan tim hukum Abdul Aziz.
Disebut putusan hukum itu tidak sah karena tidak memenuhi syarat hukum sebagaimana ketentuan Mahkamah Agung (MA).
"Dia bilang eksekusi. Di mana eksekusi? Kalau eksekusi mesti di sini (di lokasi). Syarat eksekusi itu ada namanya constatering, diukur oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) yang mana. Yang tunjuk justru GMTD. Panitera tidak tahu, tidak ada hadir siapa, tidak ada lurah, tidak ada BPN. Itu pasti tidak sah," paparnya.
Constatering itu istilah hukum berupa pencocokan objek eksekusi guna memastikan batas–batas dan luas tanah dan atau bangunan yang hendak dieksekusi .
JK menegaskan MA mewajibkan proses eksekusi dilakukan dengan pengukuran resmi oleh BPN.
Karena itu, dia menyebut langkah GMTD tersebut sebagai bentuk kebohongan dan rekayasa hukum.
"Ini Mahkamah Agung (sesuai aturan) mengatakan harus diukur oleh BPN. Jadi, pembohong semua mereka itu," lanjutnya.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.