Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

PHK di Sulsel

Prof Aminuddin Ilmar: PHK di Sulsel Bisa Picu Ketidakstabilan Sosial Jika Tak Ditangani Serius

Posisi ini menunjukkan, Sulsel menjadi salah satu daerah dengan angka PHK cukup tinggi. 

|
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Saldy Irawan
DOK PRIBADI
PHK Pekerja - Pengamat pemerintahan Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Aminuddin Ilmar. Prof Aminuddin soroti fenomena PHK di Sulsel  

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sulawesi Selatan (Sulsel) saat ini berada di posisi keenam dalam daftar provinsi dengan jumlah tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Posisi ini menunjukkan, Sulsel menjadi salah satu daerah dengan angka PHK cukup tinggi. 

Data tersebut tercatat dalam laporan nasional pada Agustus 2025.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat, terdapat 38 tenaga kerja di Sulsel yang kehilangan pekerjaan.

Angka ini setara 4,58 persen dari total nasional sebanyak 830 orang.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Pemerintahan Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Aminuddin Ilmar, memberikan peringatan serius kepada pemerintah.

Ia mengingatkan agar fenomena ini tidak dipandang remeh. 

Menurutnya, lonjakan PHK yang terjadi di sejumlah daerah, termasuk Sulsel, berpotensi menimbulkan ketidakstabilan sosial.

Hal itu jika tidak segera diantisipasi dengan langkah strategis.

“Saya kira ini butuh kebijakan yang bukan biasa-biasa saja. Apalagi banyak perusahaan kita berimbas karena ekspor tidak berjalan dengan baik. Kalau dibiarkan, bukan hanya berdampak pada pengangguran, tapi juga bisa memicu stigma sosial, demonstrasi, dan ketidakstabilan di masyarakat,” ujar Prof Aminuddin Ilmar, Minggu (14/9/2025).

Prof Aminuddin menilai, kondisi ini semakin memperlebar jurang antara angka pertumbuhan ekonomi dengan ketersediaan lapangan kerja. 

Padahal, janji pemerintah sebelumnya adalah menghadirkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Salah satunya dengan membuka sebanyak mungkin lapangan pekerjaan.

Namun, kenyataannya, justru banyak tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan.

Hal ini, kata dia, akan membebani pemerintah karena anggaran bantuan sosial akan semakin membengkak.

“Kalau PHK membesar, tentu bantuan-bantuan sosial pemerintah akan semakin banyak dan tergerus," kata dia.

Padahal menurutnya, itu sebenarnya tidak produktif. 

Maka dari itu, pemerintah harus membuat kebijakan strategis yang bisa menjaga agar perusahaan tidak melakukan PHK.

"Sehingga produksi tetap berjalan, dan di saat bersamaan bisa mendorong terciptanya lapangan kerja baru,” jelasnya.

Prof Aminuddin juga mengungkit soal kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa.

Di mana, menteri pengganti Sri Mulyani itu menyalurkan dana Rp200 triliun ke perbankan.

Hal itu melalui Badan Pengelola Investasi Daya Agata Nusantara (BPI Danantara). 

Menurut Prof Aminuddin, kebijakan itu belum tentu efektif.

Utamanya jika mendongkrak perekonomian dan mengurangi angka PHK.

“Kita berharap kebijakan menggelontorkan dana itu bisa membuat orang membuka usaha dan merekrut tenaga kerja. Tapi kalau realisasinya tidak demikian, maka posisinya tetap sama, PHK tetap terjadi, dan pengangguran makin tinggi,” katanya.

Secara khusus, Prof Aminuddin meminta pemerintah daerah di Sulsel, baik gubernur, bupati, maupun wali kota, untuk lebih kreatif dalam mencari terobosan. 

Langkah tersebut dinilai penting agar masyarakat yang terkena PHK tetap memiliki sumber pendapatan baru.

Kendati demikian, pemerintah daerah tidak bisa hanya mengandalkan dana transfer dari pusat, karena kerap tergerus keterbatasan fiskal.

“Pemerintah daerah harus memikirkan pekerjaan apa yang bisa dibuka bagi masyarakat yang ter-PHK," ungkapnya.

"Kalau tidak, angka pengangguran akan makin tinggi, dan potensi keresahan sosial semakin besar. Itu harus jadi prioritas gubernur, bupati, dan wali kota,” lanjutnya.

Lebih jauh, Prof Aminuddin mengungkapkan, keluhan para pengusaha di Sulsel juga memperparah situasi. 

Banyak yang mengeluhkan kebijakan pemerintah yang dinilai berbelit-belit dan mempersulit usaha.

Saat ini pemerintah telah menghadirkan pelayanan terpadu satu pintu lewat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP).

Namun, menurut Prof Ilmar, praktik perizinan di lapangan masih menghadapi banyak hambatan.

"Masih dapat kita lihat di dalam banyak praktik, kendalanya, hambatannya. Masih banyak orang menemukan banyak aspek perizinan yang mandek dan seterusnya," ungkapnya. 

Hal ini dianggap membuat dunia usaha tidak leluasa berkembang.

Karena itu, pemerintah daerah perlu melakukan deregulasi, memperbaiki pelayanan administrasi.

Terlebih membuka ruang lebih besar bagi tumbuhnya usaha. 

Kalau usaha bisa berkembang, otomatis perekonomian daerah ikut tumbuh.

Prof Aminuddin menegaskan, penyelesaian masalah PHK tidak bisa dilakukan sepihak. 

Harus ada kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota untuk mengurai kendala yang ada.

“Tidak bisa lagi dengan jalan sendiri-sendiri. Karena ini kan prarelisasinya itu dari pemerintah pusat, provinsi, sampai ke daerah keupatan kota," pungkasnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved