Sidang Tuntutan Annar
Annar Sampetoding: di Rutan Sudah Mau Mati Baru Dikasih Izin Berobat, Kami Dimarah-marahi
Pengakuan itu disampaikan Anna saat Majelis Hakim mempertanyakan kondisi terdakwa pada sidang tuntutan uang palsu.
TRIBUN-TIMUR.COM - Terdakwa uang palsu Annar Salahuddin Sampetoding mengungkap kondisi layanan kesehatan Rumah Tahanan (Rutan) Makassar.
Annar Sampetoding menyebut, untuk dapat izin berobat di Rutan sangat sulit.
Pengakuan itu disampaikan Anna saat Majelis Hakim mempertanyakan kondisi terdakwa pada sidang tuntutan uang palsu.
Sidang di ruang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Jl Usman Salengke, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu (27/8/2025)
Hakim Ketua Dyan Martha Budhinugraeny, mengawali sidang dengan mempertanyakan alasan terdakwa tidak hadiri sidang.
"Dua kali persidangan tidak hadir, ada kendala apa," tanya Dyan didampingi dua hakim anggota, Yenny Wahyuningtyas dan Syahbuddin
"Sakit," jawab Annar.
"Apakah sudah ditangani oleh dokter di Rutan," ucap Dyan.
"Sudah," jawab Annar.
Dyan kembali menanyakan terdakwa ihwal konsumsi obat selama sakit.
"Iya, obat dari luar Yang Mulia," ucap Annar.
Majelis Hakim mengatakan kenapa tidak bermohon berobat di luar.
Annar mengklaim susah mengakses untuk meminta berobat di luar Rutan.
"Sangat susah, saya pernah bermohon. Di sana sudah mau mati baru dikasih izin," ucapnya
Ia mengaku sejumlah dokter di klinik Rutan Makassar tetapi dokter kejiwaan.
"Dokternya banyak tapi dokter kejiwaan. Kami dimarah-marahi, sangat tidak manusiawi," katanya
Hal tersebut pun kata Dyan, akan menjadi catatan hakim.
"Iya bisa duduk," ujar Annar
Usai persidangan, Annar mengaku menderita penyakit sakit perut dan tekanan darah rendah.
"Saya sakit perut, saya buang air besar 10 sampai 20 kali dan tekanan turun 80,50. Tadi tekanan saya 90 per 60," katanya saat ditemui usai sidang di ruang tahanan PN Sungguminasa
Terdakwa sindikat uang palsu, Annar Salahuddin Sampetoding dituntut 8 tahun penjara.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aria Perkasa menyatakan terdakwa terbukti bersalah membiayai dan menyuruh memproduksi uang palsu.
"Terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding dituntut pidana penjara selama 8 tahun," ucapnya
Ia mengatakan masa tahanan dikurangi dengan masa penangkapan dan penaganan yang telah dijalani Annar
"Denda sebesar Rp 100 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun," kata Jaksa Aria
Jaksa menganggap perbuatan Annar terbukti melanggar pasal 37 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP
Hal tersebut sesuai dalam dakwaan primair Penuntut Umum.
Pada sidang ini, terdakwa Annar didampingi dua penasehat hukumnya yakni Sultani dan Andi Jamal Kamaruddin atau om Bethel
Sidang ini sempat tertunda tiga kali setelah terdakwa beralasan sakit dan tidak bisa hadir.
Sidang pertama tuntutan dijadwalkan pada 6 Agustus 2025 ditunda gegara Jaksa belum siap membacakan tuntutan.
Sidang kedua pada 13 Agustus 2025 ditunda karena Annar mengaku sakit, meskipun tidak ada surat keterangan medis resmi dari Rutan.
Sidang ketiga pada 20 Agustus 2025 juga ditunda karena alasan sama.
Majelis Hakim Dyan pun menjadwalkan sidang lanjutan, Rabu (3/9/2025) siang tadi.
Tuntutan lebih tinggi dari John Biliater dan Syahruna
Malam di Pengadilan Negeri Sungguminasa berubah tegang saat jaksa Aria Perkasa membacakan tuntutan terhadap John Biliater Panjaitan.
Sidang berlangsung di Kartika PN Sungguminasa, Jl Usman Salengke, pada Rabu (20/8/2025).
"Menuntut terdakwa John Biliater dengan pidana 6 tahun penjara dan dikurangi selama masa tahanan dan penangkapan," ujar Aria.
Selain hukuman badan, John juga dijatuhi denda Rp 50 juta.
Jika tidak dibayar, diganti pidana penjara selama 1 tahun.
Ia dinyatakan melanggar Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa menilai perbuatan John meresahkan masyarakat.
Selama persidangan, ia dinilai tidak jujur dan berbelit-belit.
Namun, terdakwa dianggap sopan dan belum pernah dipidana, menjadi pertimbangan meringankan.
Dalam perkara ini, John diketahui menguji coba uang palsu buatan Syahruna atas perintah Annar.
Meski begitu, Syahruna tidak mengikuti perintah tersebut.
John juga mentransfer uang dari Annar ke Syahruna untuk membeli mesin, kertas, dan tinta.
Uang palsu pecahan Rp 100 ribu dicetak di dua lokasi.
Di rumah Annar di Jl Sunu 3 Makassar dan Gedung Perpustakaan Kampus II UIN Alauddin Makassar, Jl HM Yasin Limpo, Kecamatan Somba Opu.
Syahruna Juga 6 Tahun
Terdakwa sindikat uang palsu UINAM, Muh Syahruna dituntut 6 tahun penjara
"Menuntut terdakwa Syahruna dengan pidana 6 tahun penjara dan dikurangi selama masa tahanan dan penangkapan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Aria Perkasa.
Syahruna juga didenda Rp 100 juta dan apabila tidak ditidak maka diganti pidana penjara 1 tahun.
Syahruna terbukti melanggar Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP
Syahruna merupakan karyawan Annar Salahuddin Sampetoding.
Ia memproduksi uang palsu bersama Ambo Ala dan Andi Ibrahim.
Syahruna awalnya membuat uang palsu Rp 40 juta di rumah Annar Jl Sunu 3, Makassar
Lalu produks uang palsu berlanjut di Gedung Perpustakaan kampus UI UINAM Jl HM Yasin Limpo, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa.
Di UINAM, Syahruna memproduksi uang palsu pecahan 100 ribu sebanyak Rp 600 juta.
Uang palsu buatannya disebut lolos mesin penghitung dan UV dan nyaris sempurna
Kasus sindikat peredaran uang palsu ini menyeret 15 terdakwa.
Antara lain:
Ambo Ala
Jhon Bliater Panjaitan
Muhammad Syahruna
Andi Ibrahim (eks Kepala Perpustakaan UINAM)
Mubin Nasir (eks honorer UINAM)
Sattariah
Andi Haeruddin (pegawai Bank BRI)
Irfandi (pegawai Bank BNI)
Sri Wahyudi
Muhammad Manggabarani (PNS Dinas Infokom Sulbar)
Satriadi (ASN DPRD Sulbar)
Sukmawati (guru PNS)
Ilham
Annar Salahuddin Sampetoding (pengusaha dan politikus)
Kamarang. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.